Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pengalaman Saya dalam Dunia Tulis Menulis

20 Agustus 2019   10:18 Diperbarui: 20 Agustus 2019   10:28 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber tulisan : pixabay

Ketika ayah saya membeli mesin tik bekas, kalau tak salah merk broth**, saya mulai menulis puisi atau semacam buku harian. Saat itulah saya membayangkan indahnya bila karya saya terpampang di media.

Kamu tahu ketika satu buah cerpen saya dimuat salah satu koran bertiras besar di Medan kala itu? Rasa bahagia tak bisa dikatakan. Saya sampai melompat-lompat kegirangan. Tidur menjadi tak nyenyak, tapi makan semakin lahap. 

Saya tak hanya terkenal sebagai pengarang di seantero sekolah, bahkan sekampung hangat. Saya digelari sang pujangga. Hahaha, enak, kan! 

Masalah percintaan pun bila saya geluti, mungkin akan berakhir mulus. Tapi, kecintaan saya pada dunia tulis-menulis, lebih besar daripada ke dunia percintaan.

Saya ingat kala itu setiap selesai satu cerpen, maka tugas pak pos yang menyampaikan cerpen ke koran di Medan. Tak tanggung-tanggung, satu cerpen itu baru sampai di lokasi tujuan kurang lebih limabelas hari. 

Belum lagi redaktur menyeleksinya untuk diterbitkan. Saya baru bisa melihat tulisan saya terpampang di koran, satu atau dua bulan kemudian. 

Lumutan, kan? Bila tak dimuat-muat di koran bersangkutan, maka saya pasrah bahwa dia belum menemui jodohnya selain tong sampah.

Maka Alhamdulillah saat pindah ke Medan, saya berhasil memangkas waktu pengiriman tulisan-tulisan ke koran-koran yang tersebar di Medan. Kendati dengan uang bulanan dari orangtua yang pas-pasan, saya tak bisa leluasa mengirimkan semua tulisan saya dengan menumpang Sudako (angkutan kota).

Berhubung koran-koran di Medan seperti kompak berada dalam satu jalur, maka saya menumpang Sudako di kantor koran yang pertama. Dari kantor koran yang pertama saya berjalan kaki sekian ratus meter ko kantor koran berikutnya. Begitu seterusnya hingga kantor koran yang terakhir. Setelah itu saya baru pulang ke rumah. Kalau tak salah biaya yang saya gelontorkan saat itu empat ratus rupiah pulang-pergi. Ngomong-ngomong, saya pernah ditabrak motor ketika sedang mengantar tulisan ke kantor koran.

Sebenarnya pengalaman menulis dengan mesin tik, ada enak dan ada tak enaknya. Tak enaknya, sebuah tulisan akan penuh tipex-an atau editan. Tak tanggung-tanggung, satu lembar folio, terkadang editan hampir sepertiganya. Bayangkan betapa redaktur harus menahan sabar menyeleksi tulisan, yang rata-rata banyak editan. 

Enaknya, mengetik di mesin tik, hentakan jari dan suara hentakan tuts, seperti pemicu imajinasi. Entah kenapa, tapi itulah yang saya rasakan, apalagi mengetik di malam hari yang hening. Tik, tik, tik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun