Bercerita tentang dunia tulis-menulis yang saya geluti, memang cukup unik. Mungkin keunikan itulah yang membuat saya bertahan tanpa memikirkan penghasilan yang "wah", tapi senang bisa berbagi dan bangga apabila tulisan saya pembaca sukai, apalagi menginspirasi.Â
Walapun jujur, rasa ingin berpenghasilan lebih besar itu, sesekali melintas di benak. Berhubung saya mempunyai pekerjaan lain (yang menopang hidup saya) selain menulis, rasa ingin itu tergerus dengan sendirinya.
Selama delapan tahun lebih sedikit berumah di Kompasiana, tak ada salahnya bagi saya sekadar curhat-curhatan tentang perjalanan saya di dunia menulis, yang tentu saja akan menggambarkan usia saya yang jauh berbeda dengan teman-teman Kompasianers. Tapi, saya percaya bahwa aturan usia tak ada dalam dunia tulis-menulis.Â
Mau muda, mau setengah tua, mau tua sekali, tak ada yang memedulikan. Kecuali dengan hasil karya, yang menunjukkan bahwa dia pemula, setengah senior maupun senior tulen.Â
Ingat, lho, seniornya penulis bukan dilihat dari usia, melainkan apa yang dia hasilkan. Dan sampai sekarang, apalagi melihat karya teman-teman yang masih belia bila dikaitkan dengan usia, seakan memosisikan saya pada strata penulis pemula.
Saat kecil, saya paling anti pada pelajaran mengarang. Sangat bersyukur bila saya berhasil mendapatkan nilai enam saat ulangan. Hal itu berbanding terbalik dengan hobby saya.Â
Membacalah yang membuat saya seolah melupakan dunia luar. Bila tiba kunjungan ke perpustakaan sekolah, saya merasa berkunjung ke taman yang sangat indah.Â
Bahkan seluruh buku di perpustakaan mendiang ayah yang berjumlah ratusan, sepertinya tak lepas dari mangsa saya. Baik yang berisi cerita, maupun permainan logika.Â
Bila tak ada bacaan untuk seusia saya, sasaran beralih ke koran, majalah wanita belia semisal Anita Cemerlang, majalah wanita semi dewasa seperti Femina, hingga majalah dewasa tulen sumpama Kartini.Â
Meskipun sering dimarahi ayah, majalah kriminal yang terkadang berbau "dewasa", pun saya lahap. Apalagi koran, sampai titik darah penghabisan pun, saya nikmati.
Mula pertama saya menyukai menulis, ketika sedang booming sahabat pena. Saya mulai bersusah-payah menulis. Saya memiliki sahabat pena dari ujung barat hingga ke ujung timur Indonesia.Â