Pagi ini di tengah asam urat tak mau diajak kompromi, Gubal masih saja tertidur. Gerobak sarapan tentu tak mau berjalan tanpa dorongan. Sementara jam dinding menunjukkan pukul enam  lewat.
Berulangkali Mak Wo coba membangunkan cucunya. Namun, seolah dia mati. Untung saja anak-anak lewat di depan rumah. Gerobak bisa bergerak karena didorong tangan-tangan kecil itu. Perut kecil itu pun harus dipadatkan sebagai upah.
"Abang Gubal di mana, Mak?" tanya anak-anak itu sambil berdecap kepedasan.
"Biasa, tidur."
"Tadi malam kami lihat ramai orang di simpang." Anak-anak lega setelah kenyang, mengelap mulut dengan ujung lengan.
"Si Gubal juga ada," sela Bik Sam yang sedang memilih sayuran. "Biasa. Mabok lagi!"
"Mmm, nggak, Bik. Ada pesta kawinan anak Uni Eti." Anak-anak meluruskan. Mereka berlarian menuju lapangan sempit untuk bermain bola.
"Sambilannya begadang menunggui pesta kawinan anak Uni Eti. Tujuan utama mabok judi. Habis mabok, dilanjutkan judi." Bik Sam merepet sambil memasukkan sayur ke dalam kantong kresek.
"Iya, kerjaan anak muda di sini mabok terus. Apa saja diminum, asal bisa hilang ingatan."
"Ingat tidak si Lisdan, baru seminggu lalu tewas karena ngoplos."
Mak Wo menyela pembicaraan ibu-ibu, "Aduh, tak baik pagi-pagi sudah ghibah, Ibu-ibu."