Setiap cerpenis memiliki gaya kepenulisan tersendiri. Jadi, jangan bersikeras untuk menulis seperti pengarang idola kamu.
Saat menulis, biasakan pikiran bebas lepas. Hindari memikirkan tujuan menulis sebuah cerpen itu untuk apa (dimuat di penerbit anu, atau di penerbit nganu).
Bumbu Kedelapan Penutup Cerita
Paragraf penutup tak kalah penting dari etalase (paragraf pembuka). Paragraf penutup bisa dibiarkan tertutup, artinya cerita berakhir di situ, berakhir bahagia atau sengsara. Atau dibiarkan terbuka (menggantung), dan membiarkan imajinasi pembaca menebak akhir ceritanya.
Paragraf penutup adalah rahasia utama yang harus dijaga, hingga pembaca tak bisa mereka-reka bagaimana akhir ceritanya.
Bumbu Kesembilan Pemeranan
Setelah cerpen selesai, sebaiknya tidak langsung diedit. Tergantung penulis mau mengeditnya kapan, bisa lama, bisa cepat.
Bumbu Kesepuluh Pengediten
Cerpen diperhatikan apa sudah sesuai dengan rambu-rambu seperti tema, plot atau alur, penokohan, setting (latar), sudut pandang, amanat, EYD maupun tanda baca.
Bumbu Kesebelas Memasarkan
Sebuah cerpen sebaiknya jangan dijadikan koleksi pribadi. Tapi harus dipasarkan untuk mengetahui masakan (cerpen) yang kamu buat dapat dinikmati pembaca. Cerpen bisa dikirim ke media massa cetak, semisal koran atau majalah, dengan melihat kriteria pemuatan di media massa tersebut, misalnya jenis cerpen anak-anak, remaja, dewasa, dewasa dan sudah berkeluarga. Juga persyaratan jumlah karakter atau halaman cerpen. Pun bisa disebar di media massa online semacam Kompasiana.
Bumbu Keduaabelas Makan Sehari Tiga Kali
Kalau mau menjadi cerpenis yang produktif dengan karya-karya yang berkualitas, maka harus rutin menulis. Ya, seperti makan sehari tiga kali. Penulis akan merasakan sendiri khasiat dari rutin menulis cerpen tersebut. Terkadang ketika sudah rutin menulis, terkadang saat kamu baru selesai menulis cerpen, maka ada ide lagi di kepala. Bedanya kalau kamu puasa menulis seminggu, minggu berikutnya akan bingung bagaimana cara menulis.
Menikmati Hidangan Enak Tak Enaknya menjadi cerpenis
Tak enaknya, cerpenis (umumnya penulis), belum diakui masyarakat sebagai profesi, kecuali sekadar hobi.Dan dalam KTP tidak ada status pekerjaan sebagai penulis (hanya ada seniman). Enaknya, cerpenis bisa bekerja dimana saja, tidak ada aturan seperti pekerja kantoran. Cerpenis tidak pernah pensiun. Cerpenis masih diingat orang kendati sudah tidak berada di muka bumi, artinya cerpenis (penulis) tidak ada matinya .
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H