Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setan Setengah Kecil

19 Juli 2019   14:40 Diperbarui: 19 Juli 2019   14:42 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Nyatanya setelah menerima minuman di botol itu, dia seperti lenyap ditelan bumi. Aku kesal. Aku menunggu kepalanya muncul di sela pintu, sambil tangannya mengangsurkan botol yang sudah bersih. Tapi apakah aku berkhayal? Bagaimana mungkin setan satu itu mau bersih-bersih? Heran, bisa-bisanya perempuan seperti dia jorok bukan main. Pantaslah tak ada lelaki yang mau mendekatinya.

Aku berniat langsung melabraknya. Kutendang pintu kamarku. Selepas itu kutendang pintu kamarnya. Pintu terbuka karena dia memang tak pernah menguncinya.

Waladah! Aku terperangah. Kamarnya bagai kapal pecah. Baunya melebihi gudang bawah tanah yang lembab dan penuh kecoak. Kulihat botol minumanku di sudut kamar, persis di dekat debu bekas pembakaran racun nyamuk. Kupukul dahi sendiri. Lumayan sakit. Rupanya aku tak berkhayal dipermainkan setan setengah kecil itu. Botol minumanku dijadikan tempat sampah olehnya. Lima batang koreng kuping yang sudah dipergunakan, berenang-renang di dalam botol yang masih berisi air setinggi sekira dua centimeter. Keputuskan membuang botol itu ke tong sampah. Lalu aku membeli minuman ke warung di depan kos-kosan.

Malam ini setan itu menemuiku. Dia meminta maaf telah menghilangkan botol minumanku.

"Tak apa, aku yang membuangnya!" Aku hanya bisa berbicara ketus kepadanya. Kalau berbicara kasar, bisa-bisa ayahku langsung menelepon. Setan itu pengadu. Kuingat dulu aku menendang ke luar kucing gelandangan yang kotor dari kamarku. Kucing itu pingsan. Si setan menangis sesunggukan. Aku tak tahu jika itu kucing yang baru diperolehnya di dekat pasar. Mau meminta maaf, tak sempat lagi. Dia terburu masuk ke kamarnya. Hasil yang kudapat, ayah memarahiku habis-habisan. Tak sayang saudaralah! Orang kejamlah! Ach!

"Baiklah! Aku membeli minuman ringan, nih! Ada beberapa botol. Nanti kalau sudah kosong, satu demi satu botolnya kuberikan kepadamu, Mas. Supaya tempat minuman mas banyak."

"Huh!" ketusku.

Ucapannya terbukti. Besok pagi dia mengantarkanku botol kosong. Tapi ketika kucium mulut botol itu, baunya minta ampun. Entah mulut yang menempel di botol itu terbuat dari apa. Jadilah akhirnya botol malang itu menghuni tong sampah.

"Sudah diisi air botol pemberianku?"

"Kubuang!" ketusku. Dia pergi seraya mengeluh. Tapi datang lagi sambil membawa sekeranjang penuh sampah. Sekeranjang penuh pakaian kotor. Dua pasang sepatu yang amat bau. Kaos kaki lima pasang. Setumpuk kertas tisu di dalam plastik yang entah masih baru atau bekasan. Tapi kutemukan di sela-sela tisu itu ada sisa permen karet.

"Nitip, Mas! Teman-temanku mau datang jam sembilan malam nanti. Tak enak, terlalu sumpek di kamarku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun