Kami mengontrak rumah di bilangan pinggiran kota. Keahlian ibu membuat pecal dan gado-gado, pun dijadikan senjata menarung hidup. Artinya ibu membuka warung lagi. Sementara aku mulai bersekolah dengan tenang. Harapanku tak ada lelaki yang mencoba mengganggu ketenangan hidup kami.
Kiranya harapan demi harapan harus ditumpuk di pembakaran kemudian dibakar. Diam-diam ibu berhubungan dekat dengan lelaki yang lebih muda darinya. Meski tak pernah melihat mereka bermesraan berdua, tapi cerita teman-temanku bisa dijadikan acuan. Teman-temanku sering melihat ibu dan pasangannya berjalan berduaan di mal-mal atau supermarket. Kejadiannya jelas di hari minggu. Karena hari minggu ibu tak berjualan. Dia akan membuat berbagai alasan kepadaku agar bisa pergi dengan pasangannya. Misalnya hendak ke rumah kerabat, berbelanja kebutuhan warung dan bla...bla...bla....
Tak tahan dengan cerita tak sedap tentang ibu, belakangan aku membuka suara. Aku protes terhadap tingkahlakunya yang memalukan. Hasilnya aku dimarahi. Dia menganggapku mengganggu eksistensinya sebagai single parent.
Lama kami sediaman. Akhirnya aku merasa berdosa. Aku meminta maaf kepada ibu. Bahkan berjanji menyokong rencana-rencananya bila itu demi kebaikan hidup kami. Tapi berkaitan dengan ayah tiri baru, aku sudah muak. Aku tak ingin ibu menikah lagi.
Berbulan berjalan. Bertahun terlewati. Tingkahlaku ibu bukannya membaik. Usaha warung pecal dan mie goreng hanya sempalan. Selebihnya ibu lebih disibukkan dengan lelaki-lelaki muda yang silih berganti menemaninya. Terkadang itu kudapat dari informasi teman. Lebih parah lagi, sekali-dua aku memergoki ibu dan lelaki muda berjalan bersama. Alasan ibu itu hanya untuk bisnis dan melancarkan uang masuk ke kas rumahtangga.
Hingga sekarang aku tak bisa lagi mengingatkan ibu supaya berhenti dengan kegiatannya yang memalukan itu. Mengingatkan sekali saja, ibu bisa marah sampai berbulan. Aku tak ingin dicap sebagai anak durhaka. Oh, Tuhan. Aku tak tahu sampai kapan ibu sibuk dengan kegiatannya yang memalukan itu.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H