Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Regar Botak

24 Juni 2019   14:33 Diperbarui: 24 Juni 2019   14:37 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

Guru matematika itu bernama Pak Regar. Dia berasal dari kota Medan. Karena berkepala botak, anak-anak suka menyebutnya Pak Regar Botak. Bila dia sedang mengajar, seisi kelas hening. Dia adalah guru yang paling ditakuti di sekolah kami.

Pada suatu hari, ada anak iseng menulis Regar Botak di papan tulis. Usop, ketua kelas, buru-buru mengambil penghapus. Tapi, belum sempat dia menghapus tulisan itu, Pak Regar tiba-tiba datang.

Usop langsung berlari ke bangkunya. Semua hening. Jantungku berdegup keras. Ijal tertunduk ketakutan. "Siapa yang menulis Regar Botak di papan tulis?" bisikku kepada Ijal.

"Aku tak tahu! Pak Regar bisa marah besar." Dia menggaruk-garuk kepala.

"Hai, kenapa bisi-bisik?!" Pak Regar berdiri di hadapan kami. Ijon semakin tertunduk. Kalau dia kura-kura, mungkin kepalanya akan dimasukkan ke dalam badan. Aku melirik kaki Pak Regar, lalu pura-pura mengambil buku di laci meja. Mudah-mudahan saja Pak Regar tak melihat tulisan itu.

"Sekarang kita ulangan. Bapak akan menulis soalnya di papan...." Dia terdiam. Matanya mengarah ke tulisan di papan tulis itu. Seketika muka Pak Regar memerah seperti udang rebus. Dia paling tak suka disebut Regar Botak.

Dia menanyakan siapa yang menulis kata-kata itu di papan tulis. Tapi tak seorang anak pun yang menjawab. "Ayo, siapa pelakunya! Bapak tak akan marah kalau kalian jujur. Cuma,  jangan lagi berbuat yang serupa. Menambah-nambahi nama orang untuk olok-olokan itu tak baik. Apalagi kepada guru. Kami ini orangtuamu di sekolah."

"Mungkin Arif yang menulisnya, Pak!" teriak Abdul dari bangku paling belakang. Badan Abdul besar, dan semua anak di kelas ini takut kepadanya. Dia sudah dua kali tak naik kelas.

Dia tak suka kepadaku. Karena setiap kali dia meminta contekan saat ulangan, aku selalu menolak. Aku menutup-nutupi kertas ulangan agar dia tak bisa melihat jawabanku. Aku tak suka dicontek, dan lebih tak suka lagi mencontek.

"Aku tak melakukannya, Pak!" Aku membela diri.

"Pasti dia pelakunya! Soalnya dia yang lebih dulu masuk ke dalam kelas. Betul kan teman-teman?" Abdul semakin menyalahkanku. Beberapa anak menyetujui perkataan Abdul. Memang akulah anak yang pertama masuk ke dalam kelas. Tapi, bukan aku yang menulis Regar Botak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun