"Kartini, Kartini!" teriak kondektur. Bus berhenti buru-buru. Kondisi penumpang termasuk lega. Tak penuh seperti yang sebelumnya. Rima bergegas naik dan duduk dipisahkan satu kursi di belakang sopir. Bangku itu kosong. Berarti Rima bisa santai menguasai dua tempat duduk sekaligus, kalau-kalau tak ada lagi penumpang lain yang akan naik.
Rima membuang napas lega. Novel dikeluarkannya dari dalam tas. Sampai di mana dia tadi membacanya? O, ooo. Rima lupa. Gara-gara lelaki mencurigakan itu, dia sampai tak ingat di halaman berapa dia berhenti membaca.Â
Kala asyik menikmati baris demi  kalimat di novel itu, dia mendengar seseorang berbicara, "Bapak duduk di sini saja, ya! Hehehe, beruntung di dekat cewek cantik!"
Rima terkejut. Lelaki mencurigakan itu telah duduk di sebelahnya. Si kondektur hanya mesem-mesem setelah dia berhasil mendudukkan lelaki itu di sebelah Rima. Aduh, bagaimana ini? Mulut Rima komat-kamit berharap Tuhan menyelamatkannya. Kalau sampai dia berhasil dihipnotis, uang limaratusan ribu rupiah di tasnya bisa lenyap. Padahal uang itu adalah hadiah lomba cerpen yang diterimanya tadi pagi dari bapak kepala sekolah. Rima menjadi juara satu di acara lomba cerpen di sekolahnya.
"Tujuannya ke mana?" tanya lelaki itu tiba-tiba. Jantung Rima seolah berhenti berdetak. Dia tak mau menoleh, apalagi sampai menjawab. "Saya ke Jalan Kartini. Tahu jalan itu, kan?" lanjutnya. Rima bertambah ketakutan. Dia satu tujuan dengan lelaki itu. Berarti mereka sama-sama turun di halte yang sama. Lalu lelaki mencurigakan itu akan menepuk pundak Rima. Menunjukkan Istanbul. Membuatnya kehilangan segalanya tanpa sadar. Termasuk mungkin, keperawanannya. Karena penjahat-penjahat sekarang sudah super edan.Â
"Saya baru beberapa hari berada di kota ini. Saya bingung, sering tersesat. Untunglah banyak yang membantu saya, termasuk orang tadi. Katanya dia kondektur bus. Dia langganan saya. Kalau tidak, saya pasti tak tahu pasti apakah bus yang saya tumpangi benar pergi ke Jalan Kartini atau tidak."
Terserah kau! batin Rima.
Merasa tak ada respon, lelaki itu membisu. Lama-lama kepalanya oleng ke sana-ke mari. Dia rupanya tertidur. Rima menyangga bahunya dengan tas, agar kalau kepala lelaki itu condong ke arahnya, tak sampai menempel di bahu
"Kartini!" teriak kondektur. Rima menghembuskan napas lega. Begitu bus belum sepenuhnya berhenti, dia langsung menerobos melewati lelaki mencurigakan yang tertidur itu.
Lelaki itu tersentak. Gelagapan. Dia menjerit tertahan karena tak sengaja Rima menginjak kakinya.
"Yang sabar, Neng. Kasihan, orang tua kok digituin!" teriak kondektur.