Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Santapan Adit

13 Mei 2019   11:58 Diperbarui: 13 Mei 2019   12:04 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : www.pantiasuhandarulfarrroh.blogspot.com

Setelah shalat maghrib, anak-anak Panti Asuhan Kasih Ibu berkumpul di rumah Haji Senen. Haji Senen sedang ada hajatan, dan akan memberikan santapan besar untuk anak-anak panti asuhan.

Adit, salah seorang anak panti asuhan, bukan main senangnya. Sejak sore dia sudah mengosongkan perut. Dia ingin makan sepuasnya. Kapan lagi bisa makan enak kalau bukan di tempat hajatan.

"Kita harus sopan. Jangan ada yang rebutan makanan! Itu malu-maluin panti asuhan kita," kata Kak Fikri saat mereka menuju rumah Haji Senen. Anak-anak itu, termasuk Adit, langsung mengangguk setuju.

Tapi saat mulai hajatan, mata Adit jelalatan terus melihat meja hidangan. Membaca fatiha saja lidahnya tak lagi lurus. Beberapa kali Ijon yang duduk di sebelahnya menyenggol, tetap saja Adit tak sadar. Air liurnyamenetes bertetes-tetes.

Selesai doa, Haji Senen mempersilahkan tamu mencicipi hidangan. Adit punlangsung menghambur. Dia menyelinap di antara antrian Pak Ustadz dan Pak Lurah. Kak Fikri hanya bisa menggeleng-geleng kesal melihat tingkahanak didiknya itu. Untung saja Pak Ustadz dan Pak Lurah hanya tersenyum geli.

Nah, ini dia musuh Adit! Sehidangan besar rendang daging membuat matanya melotot. Tambah melotot lagi melihat potongan daging rendang yang paling desar. Diam-diam dia mengambil dan menanam potongan dagingraksasa itu di dalam nasinya. Lalu dia mengambil lagi sepotong daging berukuran kecil.

Adit kemudian duduk di sebelah Ijon yang tetap sabar menunggu giliran. Kata Ijon, "Tumben sekali, Adit. Laukmu hanya sepotong rendang. Biasanya sampai tiga potong. Tapi, nasimu tetap segunung."

"Huh!" Sikut Adit. Ijon langsung berdiri melanjutkan antrian yang mulai jarang.

Tadi, Adit memang hendak menambah lauk sepotong paha ayam goreng. Tapi tumpukan nasinya terlalu tinggi. Dia menyabar-nyabarkan hati karena daging raksasa itu. Nanti daging itu diam-diam dibalut kertas tisu, lalu akan dimakannya saat di panti asuhan.

Setelah seluruh anak panti asuhan makan dan mendapat masing-masing satu amplop berisi uang, maka selesailah hajatan Haji Senen. Adit yang mengantongi daging raksasa, tersenyum riang. Kak Fikri, Ijon dan teman-teman lainnya sampai tersenyum heran. Biasanya setiap kali selesai makan di hajatan siapa saja, bukan wajah riang yang ditunjukkan Adit. Melainkan wajah meringis karena kekenyangan.

"Ada rahasia apa sih, Dit? Kamu kok kelihatan riang sekali?" tanya Kak Fikri. Adit memperlebar senyumnya. Hingga selesai shalat isya di musholla, dia pun tak mengatakan apa yang membuatnya riang.

Tiba di teras panti asuhan, barulah dia mengeluarkan potongan daging raksasa itu dari saku bajunya. Ijon dan teman-teman lain sampai melotot. Kak Fikri hanya tersenyum geli. Ternyata daging itu yang membuatnya riang sejak tadi.

"Bagi dong, Dit! Daging rendang sebesar itu kan bisa dimakan ramai-ramai!" rayu Ijon.

"Iya, bagi dong!" lanjut yang lain.

"Hahaha, jadi kalian semua masih lapar, ya! Tapi daging rendang ini tak akan kubagi. Makanya, kalau sedang ada hajatan, pakai otak dong. Cari makanan yang bisa dibawa pulang." Tawa Adit makin keras. Dia pun langsung menggigit potongan daging raksasa itu. Tapi, tiba-tiba dia melotot sambil menggerutu.

"Kenapa rupanya, Dit?" Kak Fikri mendekatinya. Dia mengambil daging itu dari tangan Adit. Dia cium sebentar, lalu tertawa keras-keras.

"Kenapa, Kak?" tanya Ijon dan yang lain keheranan.

Kak Fikri tak menjawab. Dia malahan berpantun, "Jalan-jalan ke Kota Pinang. Rencana sih mau membeli kaos. Maksud hati berlauk rendang. Alamak, ternyata yang tersantap potongan laos!" Suara tawa semakin keras di teras. Adit buru-buru mengambil potongan rendang, eh, potongan laos dari tangan Kak Fikri. Dilemparnya potongan laos itu jauh-jauh sambil berlari ke dalam rumah menahan malu.

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun