"Ada rahasia apa sih, Dit? Kamu kok kelihatan riang sekali?" tanya Kak Fikri. Adit memperlebar senyumnya. Hingga selesai shalat isya di musholla, dia pun tak mengatakan apa yang membuatnya riang.
Tiba di teras panti asuhan, barulah dia mengeluarkan potongan daging raksasa itu dari saku bajunya. Ijon dan teman-teman lain sampai melotot. Kak Fikri hanya tersenyum geli. Ternyata daging itu yang membuatnya riang sejak tadi.
"Bagi dong, Dit! Daging rendang sebesar itu kan bisa dimakan ramai-ramai!" rayu Ijon.
"Iya, bagi dong!" lanjut yang lain.
"Hahaha, jadi kalian semua masih lapar, ya! Tapi daging rendang ini tak akan kubagi. Makanya, kalau sedang ada hajatan, pakai otak dong. Cari makanan yang bisa dibawa pulang." Tawa Adit makin keras. Dia pun langsung menggigit potongan daging raksasa itu. Tapi, tiba-tiba dia melotot sambil menggerutu.
"Kenapa rupanya, Dit?" Kak Fikri mendekatinya. Dia mengambil daging itu dari tangan Adit. Dia cium sebentar, lalu tertawa keras-keras.
"Kenapa, Kak?" tanya Ijon dan yang lain keheranan.
Kak Fikri tak menjawab. Dia malahan berpantun, "Jalan-jalan ke Kota Pinang. Rencana sih mau membeli kaos. Maksud hati berlauk rendang. Alamak, ternyata yang tersantap potongan laos!" Suara tawa semakin keras di teras. Adit buru-buru mengambil potongan rendang, eh, potongan laos dari tangan Kak Fikri. Dilemparnya potongan laos itu jauh-jauh sambil berlari ke dalam rumah menahan malu.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H