"Kenapa kau mengusir kami? Ini tempat kami! Rumah kami!" kata semut itu. Bobo heran, bagaimana mungkin semut bisa berbicara seperti manusia.
"Pergi jauh-jauh! Ini kamarku. Hus, hus!"
"Di sini tempat kami karena banyak makanan. Lagi pula, di sini kami tak terkena hujan dan panas. Kami juga tak mengganggumu. Kami hanya tinggal di kolong dipan."
Bobo kesal, lalu memanggil Mama. Tapi Mama tidak datang-datang juga. Seisi rumah benar-benar  kosong. Ke mana mereka semua, ya? Padahal malam begini waktunya untuk tidur.Â
Bobo mengambil sapu ijuk. Dia mau mengusir semua semut itu. Semut-semut itu malahan menyerangnya. Mereka menggigit kaki Bobo, sehingga dia terjatuh. Dia berguling-guling di atas lantai.
"Tolong! Tolong!" jeritnya.
"Hei, Bo! Kenapa tidur di lantai?" Seseorang menepuk pelan lengannya. Ternyata Bobo bermimpi. Tapi memang benar ada semut merah yang mengigit kakinya hingga bengkak. Semut itu sudah mati.Â
"Huhuhu! Sakit sekali, Ma. Semut itu mengigitku." Bobo memeluk Mama. Dia minta kakinya diolesi minyak kayu putih. Mama yang masih setengah mengantuk, melihat barisan semut berjalan ke kolong dipan. Dia melotot kesal ke arah Bobo ketika  melihat banyak semut di kolong dipan.
"Kenapa banyak semut di kolong dipan? Aha, Mama tahu! Jadi itu masalahnya, ya!" Mama keluar dari kamar tidur Bobo.
Sejak saat itu Bobo tak mau lagi mengemil di kamar tidur. Sakit dan bengkak di kakinya karena digigit semut merah baru hilang setelah tiga hari. Dia tak mau itu terulang lagi.
---sekian---