Burung tua menceritakan, dulu dia adalah burung gagah bersuara bagus. Sangkar yang sekarang digunakan cucakrawa adalah bekas sangkarnya. Â Dia dipuji-puji oleh seluruh penghuni istana. Hingga setelah tua, dia dimasukkan ke dalam sangkar buruk. "Besok pagi kau tak akan melihat aku lagi. Karena aku sudah berada di perut kucing itu," katanya sambil melihat ke arah seekor kucing yang hilir-mudik di bawah sangkar.
Cucakrawa ketakutan. Dia menyesal kenapa dulu tak mendengar nasihat kadal agar dia menjauhi pemburu itu. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Dia menatap langit-langit ruangan.
Besok paginya, sangkar buruk dan burung tua itu telah hilang. Sementara cucakrawa pura-pura sakit, sehingga putri raja bersedih. "Kenapa kau sakit, hai cucakrawa bersuara indah?" tanya si putri raja.
"Saya perlu memanaskan badan di bawah sinar matahari, Tuan Putri. Tolong bawa saya keluar istana," jawab cucakrawa. Putri raja buru-buru membawanya ke taman istana. "Saya tak bisa merasakan sinar matahari di dalam sangkar ini, Tuan Putri. Biarkan saya menikmati sinar matahari di atas batu itu."
Putri raja bingung. "Tapi, kau tak akan lari, kan?"
Cucakrawa mengangguk. "Bagaimana mungkin saya meninggalkan istana yang indah dan megah ini, Tuan Putri?" Putri raja membuka pintu sangkar dan meletakkan cucakrawa di atas batu. Lalu, werrr! Cucakrawa terbang bebas, kembali ke hutan tempat dia tinggal. Sejak saat itu dia menjadi cucakrawa baik hati yang rajin bekerja. Dia juga jarang bernyanyi karena takut ada pemburu yang akan menangkapnya.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H