Saat kami bertiga sampai di rumah, Moa Moa tak ada di kamarku. Kata Mama Moa Moa ada di kebun belakang. Sambil berlarian, kami ke sana. Tapi apa yang terjadi? Ketika Mira hendak menyentuh Moa Moa, hewan itu tiba-tiba berlari ketakutan. Aku mencoba mendekatinya saat meringkuk di bawah kandang. Moa Moa mengamuk. Dia hampir mencakar tanganku.
Aku merasa malu kepada Mira dan Andien. Ternyata hewan peliharaanku tak sejinak seperti yang kuceritakan.Â
"Kemarin-kemarin Moa Moa tak seperti itu, kok!" kataku membela diri saat bertemu mereka keesokan harinya. Mereka hanya tersenyum seakan mengacuhkanku.
Tiba-tiba aku merasa benci kepada Moa Moa. Mama yang berulangkali menyarankan agar aku melihat hewan itu di kebun belakang, kutanggapi dengan gelengan. Aku telah memusuhi Moa Moa. Aku membencinya. Moa Moa menyebabkan aku dimusuhi Mira dan Andien.
"Moa Moa dikembalikan saja kepada Paman, Pa!" saranku kepada Papa.
"Kenapa? Bukankah Fia sangat menyayanginya?" Papa membujuk. Aku hanya cemberut seperti mulut ikan mas koki."Okelah, nanti Papa suruh Paman menjemput Moa Moa."
Siang ini ketika Paman datang, Moa Moa tak ditemukan di kebun belakang. Aku yang sedang menikmati liburan di hari Minggu sambil membaca buku cerita, merasa terganggu oleh suara ribut Mama.Â
Syukurlah, Moa Moa hilang. Jadi, tak lagi memusingkanku. Batinku berucap senang.
Dari suara ribut Mama, mendadak Paman tertawa terbahak-bahak. Mama juga menjerit kesenangan. Aku merasa penasaran, lalu berlari ke kebun belakang.Â
"Ada apa, Ma?" tanyaku.
Paman keluar dari kolong rumah dengan tersenyum cerah. Kepalanya penuh sarang laba-laba. Kata Paman, "Pantasan Moa Moa galak belakangan ini, Fia. Rupanya dia sedang hamil. Sekarang dia sudah melahirkan di kolong rumah. Ada tiga ekor anaknya, dan sangat lucu."