Anak itu mengangguk pertanda mau es cendol. Kemudian menggeleng pertanda dia ingin mengatakan tak akan sakit perut. Sambil tersenyum senang, dia menerima es cendol itu. Dia kemudian berlari meninggalkan Aldo.Â
Sebenarnya Aldo agak menyesal telah memberikan es cendol kepada anak itu. Tapi dia ingat pesan Mama, membantu orang lain besar pahalanya. Apalagi kalau membantu orang yang kelaparan. Ah, dia berharap ada penganan untuk berbuka puasa di rumah. Mama kan paling rajin membuat penganan yang segar-segar seperti es kolak atau kelapa muda!
Tapi  sayang, tiba di rumah, Aldo harus kecewa. Di meja makan hanya ada nasi dan lauk-pauk seadanya.Â
"Eh, Aldo sudah pulang? Masih puasa, kan?" Mama keluar dari kamar. Wajahnya berlepotan bedak. "Mama nggak buat bukaan hari ini. Mama baru pulang dari pasar menemani Tante belanja untuk lebaran nanti. Aldo tak membeli bukaan tadi? Kan ada uang jajan!"
"Aldo masih puasa, Ma. Tadi Aldo sudah beli cendol. Tapi Aldo kasih ke anak yang sedang kelaparan," jawab Aldo agak kecewa.
"Wah, bagus itu. Tapi jangan cemberut begitu dong! Memberi itu harus ikhlas." Mama kembali masuk ke kamar. Hati Aldo tiba-tiba lega. Kenapa dia harus menyesal telah memberikan cendol kepada anak itu? Kata Mama dia harus ikhlas.
Saat menunggu beduk maghrib berbunyi, Aldo tak memikirkan lagi es cendol itu. Tiba-tiba ada tamu mengucapkan salam. Ternyata Bu Arif. Dia membawa sebuah rantang berisi es cendol.
"Bagi-bagi bukaan, Bu!" katanya kepada Mama. Aldo mengintip dari balik punggung Mama.
"Apa, Ma?" tanya Aldo setelah Bu Arif pulang.
"Ini, bukaan es cendol dari Bu Arif. Ayo, masuk. Sudah mau buka nih." Mama menutup pintu. Lalu dia kembali berkata, "Aldo memberikan anak itu sebungkus es cendol. Nah, gantinya dikasih Allah es cendol yang cukup untuk kita sekeluarga." Mama mengelus kepada Aldo. Teman kita ini tersenyum senang.
---sekian---