(Cerita Sebelumnya Bagian III)
TERMINAL
-4-
Terminal Pulo Gadung menyambut mereka dengan debu mengatap langit. Musim kemarau tahun ini cukup panjang. Bus-bus mengantri menunggu penumpang. Beberapa calo meneriakkan daerah tujuan. Ada yang tertarik dan masuk ke dalam bus pilihan. Sebagian berlalu dan mencari busnya sendiri. Satu dua ada bus yang dikenal Kecik sering berlalu-lalang di jalan dekat daerahnya sana. Saat pikirannya terpecah, seorang lelaki gemuk dan berhidung pesek langsung mencekal lengannya.
"Mau ke mana? Medan? Naik bus kami saja. Murah," katanya seperti memaksa. Kecik menoleh ke belakang. Musa sedang melayani seorang pembeli. "Ayolah, tak usah ragu-ragu. Bus hampir berangkat."
"Aku sedang menunggunya." Kecik menunjuk ke arah Musa.
Lelaki itu melepaskan cekalannya di tangan Kecik. Dia tertawa lebar ketika melihat Musa. Sepertinya mereka saling-mengenal. Musa mendekati Kecik, lalu meninju pelan perut lelaki itu.
"Ha, sudah datang kau, Nasution!" Dia balas memukul perut Musa. Kali ini kurang pelan, sehingga mata Musa mendelik. Tapi begitulah suasana pergaulan di terminal. Orang tak perlu cepat marah untuk persoalan remeh-temeh begitu. Keduanya mengabadikan persahabatan dengan saling merangkul pundak. Kecik yang masih bingung melihat sandiwara satu babak itu, duduk di sebuah kursi panjang di depan sebuah loket bus tujuan Medan. Musa dan temannya menyusul.
"Ini temanku, Kecik. Jangan takut kepadanya. Tampilannya saja yang Hanoman, tapi wajahnya Arjuna. Panggil saja dia Barat. Barat di sini bukan berarti orang bule. Melainkan itu kependekan marga Hutabarat."