Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kamar Mandi

26 April 2019   23:15 Diperbarui: 26 April 2019   23:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami berbincang akrab, sementara anak-anak pergi bermain dengan keponakan Fifit. Sementara aku tiba-tiba merasa malu karena telah melupakan perempuan itu. Fifit! Aha, dia itu memang teman baikku semasa kecil. Kami mengudap lagi kenangan-kenangan lama. Tempat-tempat mengesankan yang selalu kami kunjungi, juga kenakalan-kenakalan kecil menggelikan. Begitu kutanyakan tentang statusnya, ternyata Fifit bukannya belum menikah. Dia telah menjanda. 

Mendadak perutku mengulah. Aku permisi ke belakang. Kenangan demi kenangan lama kembali terurai. Tiba di ambang pintu kamar mandi, aku terpacak tak berdaya. Bayang-bayang masa silam memerangkapku. 

Kamar mandi itu masih sama persis seperti kondisi berbilang tahun lalu. Catnya sudah terkelupas di sana-sini. Acian di dinding rompal-rompal, sehingga memetakan bata merah yang melumut. Bak air hanya terisi setengah. Kakus di sudut itu, menggunduk seolah mulut buaya yang siap menerkam pantatku. Bagaimana tentang hantu yang bergentayangan di dinding? Aku bergidik. Tapi kukuatkan hati. Tak ada apa-apa di sini. Semua hanya kenangan suram masa kecil.

Sekonyong seraut wajah muncul dari dinding. Lalu sosok-sosok tubuh lain. Aku takut setengah mati. Ingin berteriak, suaraku tercekat di tenggorokan. Aku merasa dunia gelap. Tubuhku doyong dan terjerembab.

Bau minyak angin yang menyengat, membuatku siuman. Beberapa orang yang mengelilingiku, menatap cemas. "Kami menemukanmu pingsan di kamar mandi. Kenapa? Apa kau harus kami bawa ke dokter?"

Aku menggeleng. Perutku tiba-tiba berontak. Aku berlari lagi ke kamar mandi. Kali ini aku ingin melawan hantu-hantu itu. Tapi aku akhirnya hanya terpacak di depan pintunya. Kamar mandi itu bukan seperti kamar mandi yang tadi kumasuki. Beda sekali. Bersih sekali. Dindingnya dilapisi keramik biru.  Aduh! Ada apa ini? Apakah ini hanya ketakutan yang mengarat di hatiku sejak kecil?

"Mama tak akan menakut-nakuti kalian tentang hantu di kamar mandi. Tak akan!" kataku setelah kami berada di dalam mobil yang meluncur menuju Jambi. Kutoleh mama di jok belakang yang sepertinya merasa tersindir.

Bion, anak bungsuku, langsung menyela, "Tapi Bion selalu takut ke kamar mandi. Bion sering melihat laba-laba besar  yang ingin menangkap Bion."

Ral, si sulung, menambahi, "Iya! Kakak juga sering melihat banyak kecoak. Ih, makanya kakak suka menahan e'ek."

Aku seolah tertampar. Aku memang pernah menakut-nakuti Bion tentang laba-laba yang bergentayangan, dan menakuti Ral dengan kecoak yang menjalar di dinding.

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun