Pak Ramlan mengangguk. Langsung saja kuletakkan cangkir kopi di tanah. Kuraih topi pet yang tergantung di ujung lemari. Pak Ramlan menyoba menahan langkahku. Namun aku tak perduli. Meskipun ayah telah mengatakan berniat menikahi Maimunah lima bulan lalu, tapi menurutku itu hanya isapan jempolan.Â
Secantik apakah dia, sehingga ayah nekat memperistrinya? Bukankah telah lebih sepuluh kali aku memergoki ayah mengeloni pelacur, yang rata-rata lebih cantik dan bahenol ketimbang Maimunah. Sepertinya aku tak menerima kenyataan ini.
Kudatangi rumah induk, di mana banyak buruh pengurus kuda-kuda sedang istirahat. Di teras rumah selintas terlihat bayangan Maimunah sedang melayani ayahku. Darah ini seketika menggelegak. Kupegang sepucuk pistol yang terselip di balik pinggang celana panjang.
"Ayah....." teriakku geram.
Ayahku seperti terpental ke lantai. Maimunah menjerit. Kejadian yang sangat cepat. Aku refleks menembak ayah sambil berteriak. Suasana gaduh. Buruh-buruh merubung. Sebagian menyekal lenganku. Sebagian memilih bergerombol dan memuji keberanianku menembak ayah. Sebab ayah adalah majikan yang otoriter. Terhadap para penjilat, dia sangat baik. Terhadap para pembangkang, dia bagaikan singa kelaparan.
Dalam keadaan teringkus, mata tertutup kain hitam, aku dibawa jauh dari peternakan. Kurasakan tubuh ini dibantingkan ke sebuah lantai besi. Kemudian terdengar derum mobil. Dari situlah aku sadar telah dimasukkan ke dalam  bak truk, dan akan dibawa jauh.Â
Salah seorang yang mengawalku mengatakan mobil akan dijatuhkan ke jurang. Aku dibiarkan sendirian meregang nyawa, meninggalkan dunia yang penuh nista.Â
Aku ketakutan. Aku berteriak. Berontak. Tiba-tiba seseorang merampas cincin di jemariku sambil tertawa.
* * *
Sekonyong aku tersadar masih berada di atas sepeda motor yang melaju sedang. Aku terkejut. Kulihat cincin bertuliskan Dedek di bagian dalamnya itu tak melingkar lagi di jemariku.Â
Setiba di rumah Latief, Â barulah perasaan bingungku sedikit reda. Tapi tetap saja tak bisa ditebak apa yang sebenarnya telah terjadi padaku. Tentang cincin, Dedek, Pak Ramlan, Tuan dan, ah....Â