Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekar

11 April 2019   13:09 Diperbarui: 11 April 2019   15:26 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan mengkhayal! Kita hanya bakul jamu!" Marni mengingatkan. Sekar seolah tersentak. Dia membuang jauh-jauh tatap lelaki yang melenakan itu.

"Kabarnya dia insinyur, Mar!" Nisah menyambung pembicaraan. "Kalau saja aku dipilih menjadi calon istri. Wah! Dia kan masih bujangan, Mar! Asisten kebun lagi!" Nisah mengkhayal. Marni menyikut pinggang Nisah agar sadar.

"Tapi dia tadi seperti memerhatikanmu lho, Kar!" lanjutnya Nisah menatap Sekar.

 Sekar yang sudah siap-siap pulang, tertegun. Pipinya langsung bersemu merah. Lelaki insinyur itu tak hanya memerhatikan Sekar. Tapi lebih dari itu. Sekar malahan sudah tahu siapa namanya. 

Tanpa setahu Marni dan Nisah, lelaki itu telah memesan jamunya. Mereka sempat berbincang di dekat mess kebun. Nama lelaki itu Wiryo. Rahmad Suwiryo. Lahir dan besar di Jakarta. 

Hanya itu informasi yang didapat Sekar. Ketika Wiryo menghabiskan jamunya, Sekar buru-buru meminta bayaran dan berlalu dari hadapan lelaki itu. Sekar merasa bisa  mati berdiri bila terlalu lama didekatnya. Selain karena hatinya berbunga-bunga, jengah, perasaan bersalah pun saling mengaduk. Bukankah Sekar tak ingin terlalu dekat lelaki? Bukankah dia tak ingin jatuh cinta? 

Sekar merasa berdosa kepada Mak Birah karena diam-diam telah memimpikan seorang lelaki. Dia yakin Mak Birah lebih menginginkan putrinya untuk tak mengulang langkah sama. Menikah, kemudian untuk ditinggalkan begitu saja. Ibarat tebu, habis manis sepah dibuang.

* * *

Bulan mengintip malu-malu dari sela-sela daun pohon jambu. Mak Birah dan Sekar tengah  bersantai di bale-bale teras rumah. Mak Birah memangku kepala Sekar yang tengah rebahan sambil menatap bulan. Hati Sekar yang sedang dimabuk asmara, merasakan bulan seakan lebih indah dari malam-malam sebelumnya. Malam pun seolah taman surgawi. Ya, selalu begitu apa yang dirasakan orang yang sedang jatuh cinta.

"Mak, salahkah Sekar memikirkan sesuatu dengan terlalu?" Sekar akhirnya tak bisa memendam sendiri perasannya.

Mak Birah tersenyum. Dia bukan orang bodoh. Selama ini, setelah melihat Sekar sering melamun, dia sudah tahu kalau anak perempuannya sedang jatuh cinta. Dia juga pernah muda. Pernah merasakan jatuh cinta kepada lelaki tak bertanggung jawab itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun