"Saya meminta maaf. Sepertinya saya tak bisa menjaga Yenny tanpa dirimu, Ma! Saya putuskan pulanglah kembali. Saya ingin rujuk denganmu!"
"Lelaki memang maunya enak sendiri. Tak bisa! Kau suami yang senang meminta maaf, tapi permintaan maafmu penuh kepalsuan!"
"Ini demi anak kita, Ma! Apa mama ingin perkembangan psikologinya terganggu?"
Aisyah, istri saya, mendesah. Kemudian dia menjawab, "Kau memang pandai mempergunakan senjata ampuh yang meluluhlantakkanku!"
Telepon dimatikannya. Saya yakin seratus persen dia akan kembali ke rumah. Nyatanya benar. Saya amat bersyukur. Besoknya dia telah tiba di hadapan saya. Bik Onah dan Pak Otman sampai berlinangan air mata menyambutnya. Saya peluk Aisyah. Saya meminta maaf seperti seorang anak yang memohon ampun karena telah memecahkan cermin rias kesayangan mamanya.
Alhamdulillah, semua kembali normal. Tak ada lagi igauan Yenny. Tak ada pula nama-nama Igor, Ila dan Indah singgah di mulut mungil anak saya itu. Saya baru faham, semua ini hanya wujud protes alam bawah sadar Yenny. Dia tak ingin saya dan istri berpisah. Terima kasih, Tuhan!
Oh, ya, saya ingin meminta maaf karena terlalu merahasiakan ini darimu. Sebenarnya Bu Mala itu adalah Aisyah. Aisyah itu adalah istri saya. Saya tak ingin menipumu dengan menggonta-ganti nama Mala, kemudian Aisyah. Mala adalah panggilan resmi istri saya sebagai seorang psikiater. Aisyah adalah panggilan sayang saya untuknya. Kalau nama panjangnya ialah Mala Aisyah Subandrio. Sekali lagi saya ingin meminta maaf kepadamu.
---sekian---
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H