Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kambing Kurban

2 April 2019   09:17 Diperbarui: 2 April 2019   09:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Hari raya kurban sudah dekat. Deden dan Aldi telah siap-siap dengan ketapel masing-masing. Meskipun tadi malam diingatkan Kak Usor agar jangan mengganggu kambing-kambing kurban di lapangan dekat masjid, tapi dua anak nakal ini tetap membandel.

"Pokoknya kita harus bisa membuat kambing-kambing itu mengamuk," kata Aldi sambil tertawa. 

Hari raya kurban tahun lalu, Deden dan Aldi berhasil membuat kambing-kambing kurban mengamuk. Kambing-kambing itu diketapel dengan buah tekokak. Mula-mula kambing itu tak merasa apa-apa. Tapi semakin sering kena ketapel, akhirnya mengamuk.

Kak Usor sampai kebingungan. Dia yang baru selesai shalat maghrib, sambil mengenakan sarung, mengejar dua ekor kambing yang berhasil lari karena tali pengikatnya putus. Seekor kambing menyeruduk gerobak bakso Pak Kumis, hingga terguling ke got. Seekor lagi masuk ke kebun Pak Juned, menyeruduk pohon-pohon cabe yang siap panen.

Kak Usor tahu itu perbuatan Deden dan Aldi. Tapi, berhubung Kak Usor paman Deden, akhirnya kedua anak nakal ini hanya dihukum membersihkan kakus masjid. Pekerjaan yang menjijikkan dan membuat Deden dan Aldi bertobat tak ingin mengganggu kambing-kambing kurban.

Nyatanya, karena tergoda melihat kambing yang jumlahnya lebih banyak dari hari raya kurban tahun lalu, kedua anak nakal ini batal bertobat. Tentu lucu melihat kambing seramai itu panik. Mungkin lebih dari dua ekor kambing bisa memutuskan tali pengikat. Lalu lari tak tentu arah.

"Aku sebenarnya tak enak sama Kak Usor. Kita kan sudah berjanji tak akan mengganggu kambing kurban lagi," kata Deden sambil menyembunyikan ketapelnya di rak sepatu-sandal. Suara azan mahgrib berkumandang. 

"Ah, tak apalah! Lagi pula anggota kita akan bertambah. Hendri mau ikut. Dia memakai pestolan peluru plastik. Sakitnya pasti lebih terasa." Aldi tertawa sambil menutup mulut.

Selesai shalat maghrib, Deden dan Aldi mengendap-endap untuk mengambil ketapel di rak sepatu-sandal. Tadi Kak Usor selalu memerhatikan mereka. Untung saja Ustadz Latief mengajak Kak Usor ke rumah pak rt.

"Hai, aku ikut gabung!" Hendri mengejutkan mereka. 

"Boleh! Ayo, siap-siap di belakang pohon pisang. Mumpung orang belum ramai. Kambing-kambing itu menjadi sasaran empuk kita. Apalagi yang bertubuh besar dan bertanduk panjang itu. Hahaha, lucu kalau kambing itu lepas dan mengamuk." Aldi menepuk-nepuk punggung Hendri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun