* * *
Sepekan Mak Lena libur berjualan.Sisil seperti kehilangan.Juga aku dan istri.Tapi di hari kedelapan, Mak Lena muncul dengan wajah berseri-seri.Suara nyaring meneriakkan "pempek".Sisil seolah menerima kado ulang tahun terindah, hingga tak sadar balas berteriak sambil berjingkrakan. "Mak Lena! Mak Lena!"
"Sudah sehatan, Mak Lena?" sapa istriku.Mata Mak Lena berbinar.
"Sebenarnya sudah lama badan Mak sehat-sehat saja.Luka di kepala juga sudah sembuh.Kecuali encok masih kerap datang."Dia terkekeh."Cuma, patok-patok itu yang membuat Mak cemas.Tapi kemarin, orang-orang berseragam itu muncul lagi.Mak pikir mau ngusir.Tahu-tahunya patok-patok diambil, dan mereka permisi dengan senyum ramah.Aneh!"
"Yang penting sekarang Mak Lena aman, kan!"Istriku memilih pempek sambil tersenyum ke arahku.
"Aman sampai kapan, Dek?Kapan-kapan Mak dan anak-anak harus minggat dari rumah itu."Dia hanya tertawa lirih.Aku juga membalas dengan tawa lirih.
Aku yakin Mak Lena dan dua anaknya tetap aman di rumah itu. Tak akan ada orang yang berani mengusir mereka. Telah ada seseorang yang bersedia mengangsur hutang suami Mak Lena di bank.
Setelah Mak Lena pergi, aku dan Sisil pun siap-siap berangkat.Sebelum motor melaju, aku sempatkan bercanda dengan istriku, "Nanti kalau gaji yang Bapak bawa berkurang, jangan ngamuk ya, Bu!"
"Kenapa berkurang, Pak?"Dia mengernyit.Tapi seakan teringat sesuatu, dia akhirnya tertawa lebar.
---sekian---
Â