Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangan

5 Februari 2019   11:33 Diperbarui: 5 Februari 2019   12:12 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku mau meminjam uang, Mas!" 

"Uang?" 

"Iya, uang! Tadi anak bungsuku tak sengaja menyenggol telor jualan Juragan Karennun di pasar. Telur pecah hampir lima puluh butir. Tolonglah! Mas tahu kan si juragan berperangai tak baik? Dia kalau marah seperti setan. Jadi, aku ingin kebaikan Mas. Aku janji segera membayarnya sehari atau dua hari."

Jawabanku hanya hempasan pintu. Sehari berikutnya, aku mendengar Juragan Karennun dibacok orang. Pelakunya adalah Solhim. Cerita dari mulut ke mulut, Juragan Karennun nekat mendatangi Solhim di rumahnya. Dia marah-marah tak ketulungan. Istri Solhim ditendang tepat di betis. Anak bungsu Solhim ditempeleng. Ketika Solhim hampir mendapat jatah bogem, sebilah parang menancap di lengan juragan itu. Solhim gemetaran. Untung si juragan tak mampus. Tapi, hasil yang tak dapat dielakkan, Solhim harus berurusan dengan hukum.

"Mungkinkah itu penyebabnya?" tanyaku.

"Bisa jadi! Karena perbuatanmu, seorang anak selalu berharap-harap atas sepotong pizza. Karena perbuatanmu, seorang ayah terpaksa dipenjara dan membiarkan mulut-mulut menganga kelaparan di rumahnya."

"Tapi, aku tak berniat berbuat demikian. Solhim yang memaksaku!" 

"Tapi, tetap saja kau terlibat."

Aku tertunduk lesu, pulang ke rumah. Aku menyesal telah berbuat yang tak baik kepada Solhim dan keluarganya. Itulah, saat istri selesai memasak daging kari, aku sengaja memasukkannya sebagian ke rantang, juga ditambah beberapa sendok nasi. Aku menemui Solhim di sel kantor polisi. Sebagian daging kari plus nasi, kupesankan kepada Airin agar dikirimkan ke istri Solhim.

Di depan terali besi yang memisahkan Solhim dari dunia luar, aku memperolah terima kasih yang tiada terkira darinya. Aku pun kemudian baru menyadari bahwa tanganku sudah bisa diangkat. Bahkan, bisa mengangkat dua susun rantang dari rumahku. Kiranya, setelah niat memberi kebaikan kepada Solhim terbetik di hati ini, Allah berbaik hati menguatkan tanganku. Ah, aku tersenyum. Mesin tik itu akan berbunyi lagi di malam-malam yang sunyi. 

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun