Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Fay dan Ceritanya

2 Februari 2019   11:12 Diperbarui: 2 Februari 2019   13:36 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pxhere.com

Aku terdiam. Kucoba menyenangkan hati. Membayangkan yang indah-indah tentang hubungan kami. Tapi, selalu saja terselip kenangan pahit. Fay terlalu dalam menusukkan kuku kebencian di hatiku.

Tapi apakah yang lebih indah dari memaafkan seseorang? Tak ada salahnya melipat kenangan pahit bersama Fay. Tuhan saja bisa memaafkan dosa hamba-Nya. Kenapa untuk Fay aku tak bisa? Kendati aku belum tentu mau menikah lagi dengannya. Ya, setidak-tidaknya menjalin kembali hubungan silaturahmi, sepertinya tak masalah.

Kuharapkan semua berjalan mulus, sebelum akhirnya Fay menelepon barusan, mengabarkan sesuatu; menunggu! Pekerjaan yang paling membosankan!

Lagi pula, apa tadi? Dia mengatakan bahwa pesawat yang dia tumpangi rusak? Dia meneleponku dari wartel? Jadi, untuk apa aku menunggu di bandara? Apakah dia mencoba menguji kesabaran, atau sekadar menyulut emosiku?

Serampangan kubuang bungkus rokok ke tong sampah. Segera kukebut mobil hitam metalik itu membelah jalanan yang panas memanggang. Kuputuskan menutup cerita segala apapun yang berhubungan dengan Fay. 

Juga nomor ponselnya, kemudian kuhapus. Sebenarnya ingin menghapus namanya juga dari memori otakku. Tapi tak bisa. Aku hanya mampu memindahkan namanya dari otak rasa senang ke otak rasa benci.  Ya, jadilah!

Aku memilih membelok ke halaman Cafe Latina, sesaat ponselku kembali berbunyi. Kuharap bukan nomor Fay. Ya, ternyata bukan. Itu nomor Nubuat.

"Ada apa, At?" Kukepitkan ponsel di antara bahu dan telinga. Sementara tanganku tetap di kemudi, memosisikan mobil di parkiran. Kelakuan ceroboh yang selalu tak dapat kutinggalkan.

"Ini, kau tak meliput kejadian besar di bandara?" Suara kresak-kresek sedikit mengganggu suara Nubuat.

"Aku baru dari sana. Tak ada masalah apa-apa kok!"

"Hati-hati, kau bisa kena marah bos besar kalau kau kebobolan berita ini. Barusan ada pesawat gagal mendarat. Moncongnya nyungsep dan pesawat hangus terbakar. Kabarnya seluruh penumpang mati."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun