Hati Gemuk benar-benar mendidih. Permintaan Tuan Marsis untuk hidangan perjamuan malam keenam, sangat mustahil terwujud. Bagaimana tidak, dia memesan makanan spesial yang sangat sulit ditemukan, berupa rendang lidah yang paling jujur, dan sop hati semulia hati malaikat.
Seandainya Tuan Marsis menginginkan hidangan rendang lidah yang biasa-biasa, apalagi pembohong kelas wahid, pastilah Gemuk amat mudah mendapatkannya. Jangankan lidah rakyat jelata, para pejabat dan pemimpin negara saja, memiliki lidah yang sama; suka berbohong. Buktinya hampir setiap kali ingin mewujudkan keinginan, mereka selalu tak  lepas dari berbohong. Meski untuk sebuah kebohongan, harus mengeruk kocek miliaran rupiah, demi iklan-iklan pembenaran diri sebagai orang terbersih dan memihak rakyat.
Lalu di tempat mana tersimpan pemilik lidah yang paling jujur?
Orang yang memiliki lidah jujur, pasti tersisih dari pergaulan kaum srigala. Jujur membuat semua rencana buyar. Jujur menjadi tertawaan. Menjadi julukan sebagai si culun, idiot atau entahlah!
Sop hati semulia hati malaikat, di mana pula mendapatkannya? Lagipula, apakah malaikat memiliki hati? Kalau Tuan Marsis menginginkan sop hati sebejad hati setan, tak perlu hitungan menit, beberapa detik saja, Gemuk bisa mendapatkannya. Karena di sekeliling istana kecil Tuan Marsis, rata-rata orangnya berhati sebejad hati setan. Termasuk Tuan Marsis. Termasuk Gemuk sendiri. Kalau kedua orang itu memang memiliki hati yang mulia, mengapa mereka menghalalkan berbagai macam cara demi memenuhi ambisi mereka? Tuan Marsis tega menyengsarakan orang untuk dijadikan hidangan perjamuan malam, meski orang itu kemungkinan sudah meninggal. Gemuk tega menyengsarakan orang untuk dijadikan hidangan perjamuan malam, dan tak memedulikan apakah orang itu masih hidup atau telah meninggal. Yang penting selera Tuan Marsis terpuaskan, dan Gemuk memperoleh penghasilan setimpal.
Bunyi bel membuat hati Gemuk semakin mendidih. Hidangan untuk Tuan Marsis belum tersedia. Dia hanya bisa berjalan hilir-mudik di depan pintu ruang perjamuan malam.
Ah, seandainya Tuan Marsis menginginkan otak orang yang brilian, kaki-kaki yang kencang berlari, otot-otot yang kerap berolahraga, tangan-tangan cekatan, mata yang jeli, tentu mudah mendapatkannya. Betapa ribuan orang berotak brilian di muka bumi ini. Betapa jutaan manusia yang jago berolahraga. Berapa banyak tangan yang cekatan. Tak terhitung manusia yang memiliki mata yang jeli. Tapi dari semuanya, tak ada yang memiliki lidah yang jujur. Tak ada yang mempunyai hati semulia hati malaikat.
"Gemuk!" Untuk pertama kalinya Tuan Marsis mendatangi Gemuk langsung ke depan pintu ruangan perjamuan malam itu. Mata Tuan Marsis memerah. Tangannya terkepal. "Mana hidanganku?"
"Oh, lagi dimasak, Tuan! Lidah dan hati itu sangat alot," dustanya.
"Aku mau sekarang!"
Gemuk bergetar menahan ketakutan bercampur emosi. Bergegas dia berlari ke dapur. Mengambil sesuatu yang berkuah dari panci, dan dimasukkannya ke mangkok beling transparan. Kemudian dia buru-buru mendorongnya ke ruangan perjamuan malam.