Aku langsung kabur mengayuh sepedaku. Aku takut orang-orang itu akan mengejarku. Tapi tak, mereka tetap di kedai itu. Mungkin mereka hanya menganggapku sebagai maling kecil yang tak harus dikejar-kejar.
Kuputuskan lurus ke depan. Kemudian membelok seratus delapan puluh derajat. Aku lebih memilih kembali ke negeriku. Di negeri brengsek itu harga-harga masih termasuk murah termasuk harga diri. Biarlah. Jadilah. Lebih baik mati dihantam hujan batu, tapi dikubur di negeri sendiri, ketimbang dihantam hujan emas di negeri orang. Toh semua berakhir sama, sama-sama mati.
---sekian---