Kendati Mpok Nem seperti berusaha mencegahku masuk ke kamarnya, tapi aku berhasil dengan mudah menerabas ke dalam. Kulihat seprei yang kusut. Tapi tak ada batang hidung Mijan di situ.
"Nyonya sedang mencari Tuan?"
Aku melotot. "Tak dengar apa tadi aku nyap-nyap mencarinya?"
"Tuan ke kebun binatang!"
"Kebun binatang? Untuk apa?"
Yang terdengar kemudian hanya irama dangdut di tivi. Mpok Nem seperti lupa Nyonya Besarnya. Ketimbang marah-marah di senja yang cerah ini, lebih baik memikirkan kembali keanehan Mijan. Coba, untuk apa dia ke kebun binatang?
"Hati-hati lho, Jeng! Kalau suami ada main, alasannya macam-macam deh biar bisa keluar rumah. Jangan terlalu cepat percaya suami!" Itu nasihat Yanti, setelah dia bercerai dengan suaminya.
Coba saja Mijan ada main!
Tapi malam harinya, malahan aku yang kebingungan. Belum ditanya mengapa dia ke kebun binatang, eh...Mijan sudah berterus-terang sendiri. Katanya dia bosan melihat tingkah-laku orang. Banyak yang rakus sekarang, pembohong, pengkhianat, penyebar fitnah, pembohong, bla---bla---bla.
"Apakah termasuk aku yang Papa maksudkan?"
Dia tertawa. "Oh, tentu saja, istri tercinta tak termasuk, dong! Juga anak-anak. Ya, sesekali melihat binatang secara langsung, bisa meredam kebosananku."