Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paku Bumi

19 Januari 2019   22:36 Diperbarui: 19 Januari 2019   22:56 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, Pak!" jawabku singkat. Sedikit berdusta.

"Kalau saja aku bisa bertemu bos perusahaan yang bekerja di situ, ya...alangkah baiknya." Dia mengangsurkan botol berisi air putih kepadaku. Aku tersenyum. Menampik halus.

Perasaanku tak nyaman. "Kenapa rupanya, Pak?"

"Sudah beberapa hari ini istriku merepet terus. Kepalanya suka pusing mendengar suara paku bumi menghantam-hantam. Aku sudah berbicara kepada mandor agar menghentikan pekerjaannya. Ya, tapi tak ada hasil.  Kalau kami pindah dari sini sementara pekerjaan pembangunan gedung itu belum selesai, mau pindah ke mana?"

Bersama lelaki tua itu aku masuk ke dalam rumah. Seorang perempuan tua tengah duduk melamun di atas bale-bale. Setiap kali paku bumi menghantam tiang pancang, seketika dia tersentak. Seketika dia menjambak rambut menahan sakit.

Aku kasihan melihatnya. Sebagai pemilik proyek, seharusnya aku memikirkan kondisi mereka yang tinggal di sekitar lokasi proyek. Maka, dengan niat tulus, aku mengajak mereka tinggal sementara di sebuah rumah milikku.

"Bapak dan ibu tinggal dulu sementara di sana. Kebetulan belum ada yang mengontrak."

Lelaki tua itu tertunduk. "Kami tak ada uang untuk membayar kontrakannya, Pak!"

"Ah, tak usah dipusingkan. Saya malahan akan memberitahu bos perusahaan itu agar memberi uang ganti rugi atas ketidaknyamanan yang Bapak dan Ibu alami."

Meski sedikit menolak, belakangan mereka mau pindah juga ke rumah itu.

* * *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun