"Apa kau ingin cepat mati tanpa makan-minum? Jangan harap! Kami ingin kau bisa menjalani hukuman sesuai vonis hakim. Ayo, makan!" Dia menjejalkan nasi ke mulutku yang berubah menggembung. Dia membogem wajahku hingga nasi berhamburan menimpa sepatunya.
Penyiksaan demi penyiksaan membuatku tak tahan. Hingga di suatu malam saat bertemu dengan para tikus, aku meminta bantuan agar bisa meloloskan diri dari penjara. Para tikus itu bermufakat sejenak. Dan sepertinya aku melihat mereka tersenyum. Dan sepertinya tikus betina itu terlihat cantik dan semakin cantik.
"Kau sudah yakin mau ikut kami?"
"Yakin!"
"Mau hidup di selokan?"
"Mau!"
"Keluarlah!"
Ajaib, aku bisa melenggang melalui sela batangan jeruji beji. Aku bisa masuk ke dalam lobang kecil di dinding yang mengarah ke selokan di belakang. Kami bernyanyi-nyanyi gembira. Semalam suntuk menikmati malam di pinggir selokan. Saat aku meniti di pipa pembuangan yang menyeberang selokan, kulihat bayangan tikus di permukaan air yang butek itu.
"Jangan takut, teman. Itu bayanganmu!"
* * *
Seisi penjara tiba-tiba ribut. Ditemukan sesosok narapidana kasus korupsi, mati di dekat selokan belakang penjara. Para sipir bingung, bagaimana mungkin narapidana itu bisa berada di sana, sementara jeruji besi selnya tak terbuka. Lagi pula untuk sampai ke selokan itu, harus keluar dari pintu gerbang utama.