Mohon tunggu...
Muhammad Rifan Prianto
Muhammad Rifan Prianto Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

Muhammad Rifan Prianto, lahir di Jakarta. Penulis yang baru merintis karirnya di atas pena. Aktif bergiat di Arena Studi Apresiasi Sastra. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Beberapa tulisannya telah dimuat di media digital.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aliansi Monyet Putih, Kehidupan Masyarakat Imigran di Jerman

16 Oktober 2024   11:19 Diperbarui: 16 Oktober 2024   11:42 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Dari gaya berpakaian sehari-hari Marquis, ia terbilang cukup modis dan catchy. Tentu tidak terlepas dari pekerjaannya yang merupakan seorang ahli busana yang ia dapati pekerjaan tersebut setelah tinggal di Jerman.

Hal serupa juga dapat dilihat dalam cerpen berjudul "Bayi Cokelat" di mana tokoh Umar, seorang buruh imigran dari Suriah yang taat beribadah menjadi menyepakati kehidupan bebas di Jerman dengan cara mendonorkan spermanya dengan cara bersetubuh untuk sepasang kekasih lesbi yang ingin memiliki anak.

Kemudian, dalam cerpen berjudul "Lelaki yang Melempar Koin", terdapat tokoh Karam yang bekerja sebagai tenaga medis, seorang bruder. Ia menganggap bahwa ia harus menjadi bagian dari masyarakat Jerman dengan berbicara bahasa Jerman dan melakukan rutinitas sehari-hari sebagaimana biasanya.

 Tentu ada tekanan karena ia merupakan salah satu dari pengungsi akibat peperangan yang terjadi di tanah kelahirannya, Suriah. Dengan ia mengikuti gaya hidupnya saat ini, ia merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya karena terlepas dari peperangan.

Dari ketiga tokoh di atas, tokoh seperti Marquis--Sumartono Hidayat--mencoba meniru apa yang biasa masyarakat Jerman lakukan agar ia merasa setara dengan mereka. 

Motif ini menggambarkan adanya rasa inferior atas sekadar pergantian nama saja. Belum lagi, kehidupannya yang menjadi seorang gay dan berkasih dengan seorang profesor tua Bernama Volker. Begitu juga tokoh Umar.

Berbeda dengan tokoh Karam di mana ia terpaksa menjalankan rutinitas sehari-hari sebagai seorang pendatang yang tinggal di Jerman. Keadaan Karam di Jerman disebabkan karena kebutuhan mendesak hidupnya yang kabur dari medan peperangan. Meski demikian, ia harus berlagak seperti orang Jerman pada umumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun