Korea Selatan saat ini terkenal dengan budaya populernya yang sangat digandrungi oleh kalangan muda, sehingga tidak sedikit para penggemar dari para idol ingin tinggal di sana --atau bahkan bisa menikah dengan idolanya dan hidup bahagia. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah semenarik dan semenyenangkan itu menetap di Korea Selatan? Ya, tidak semudah itu ferguso.
Karya sastra merupakan media untuk mengungkapkan kenyataan atau realita yang ada di sekitar kita. Ko Hyeong Ryeol dalam kumpulan puisi Ikan Adalah Pertapa memaparkan bagaimana kondisi objektif yang jarang dilihat oleh pandangan masyarakat dunia terkait kehidupan di Korea Selatan. Ia seperti memberikan tawaran terhadap orang-orang yang ingin menetap di sana agar mereka dapat berpikir dua-tiga kali.
Pada kumpulan puisi ini, sebenarnya Ko Hyeong Ryeol cukup banyak menggunakan isotop dari alam untuk mengembangkan gagasannya, tetapi tidak jarang pula ia menggunakan media atau isotop kontemporer di dalam puisinya. Sebut saja penggunaan diksi apartemen, kereta listrik, atap, dan sebagainya. Hal ini menandakan bahwa sang penyair sendiri tidak luput terhadap perkembangan zaman yang terus bergulir, meski dilihat dirinya merupakan penyair angkatan tua.
Rutinitas yang Padat
Kita dapat melihat di puisi "Kehidupan Kereta Listrik" bagaimana gambaran untuk memenuhi kebutuhan hidup di Korea Selatan dari pandangan aku-lirik yang selalu ada di kereta listrik dan menghabiskan waktunya di sana..
Barangkali bagimu ini hal lazim
Hidup dan bermimpi dalam kereta listrik
Setiap hari setiap minggu setiap tahun, tiga puluh tahun
Hal semacam itu bisa disebut sebagai waktu
(Ikan Adalah Pertapa. Hal: 18)
Hal ini menandakan betapa sibuknya kehidupan di Korea Selatan sampai-sampai selalu ada di kereta listrik. Korea Selatan sendiri memang menjadi salah satu negara yang memiliki jam kerja terlama di dunia, yaitu selama 69 jam per pekan. Rasanya, kita semua yang telah memiliki hobi dan termaktub sebagai kaum rebahan akan sangat menjengkelkan apabila memiliki rutinitas pekerjaan selama itu.
Biaya Hidup yang Mahal
Selain jam kerja yang ekstra, hidup di Korea Selatan juga harus mengeluarkan biaya yang cukup Mahal, meski tak semahal kehidupan di Jepang. Pada kumpulan puisi ini, Ko menggambarkan biaya pengeluaran sehari-hari dalam beberapa larik secara lugas. Salah satunya ada di "Di Kotak Pos Nomor 203"
Kehidupan orang lain selalu tampak lebih ringan daripada
   kehidupan diri sendiri
dalam tagihan-tagihan pelayanan air, listrik, dan gas