Ayahnya seketika menitikan air mata disebelah mata kanannya, ternyata merupakan air mata terakhirnya setelah ia bisikan itu ayahnya tak lama kemudian menghembuskan nafas yang terakhir kali.Â
Fiko pun langsung menangis histeris, karena selalu ayahnyalah yang pertama mendengar dan mengetahui kelulusannya sejak SD. Fiko tak henti-henti menjatuhi air mata hingga ayahnya dibawa pulang, mengurusi jenazahnya, hingga dimakamkan.
Ayahnya dimakamkan tepat di bawah pohon yang cukup rindang menaungi kuburan ayahnya. Seperti semasa hidup dalam perjuangan ayahnya ketika berkerja, beliau suka brteduh dan duduk di bawah pohon untuk menitikan air mata dan kembali di bawah pohon dalam keadaan jasad tak bernyawa yang terbenam dalam balutan tanah, sebaliknya mereka sekeluargalah yang menitikan air mata di bawah pohon itu.
Perjuangan ayahnya telah usai dalam keluarga dan dalam melawan penyakitnya. Sekarang perjuangan itulah yang Fiko lanjutkan untuk dibuktikan kepada ayahnya. Fiko pun mengikuti beberapa tes di beberapa universitas dan pada akhirnya ia pun diterima di Perguruan Tinggi Negeri.
Fiko mengikuti perkuliahan dengan baik hingga aku lulus tepat waktu dengan nilai yang memuaskan. Lalu, ia melanjutkan pendidikannya mengambil gelar magister di salah satu Perguruan Tinggi Negeri selama dua tahun dan lulus dengan nilai yang memuaskan.Â
Setelah lulus S2 ia melamar sebagai dosen dan diterima sebagai dosen di universitas ternama di Jakarta. Ia melanjutkan dan membuktikan mimpi perjuangan ayahnya hingga sekarang ia telah menjadi dosen yang hebat selalu menerapkan prinsip ayahnya.
Sekolah, kuliah, menempuh pendidikan di mana pun sama, tergantung pada dirinya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H