"Ibunya?"
"Ke Malaysia. Dia diterima menjadi tkw. Dua hari lalu berangkat. Dia kerja di sana selama dua tahun."
What? Lama sekali hingga dua tahun? Mak Onah hanya tersenyum sambil mengejar anak itu. Nakal betul si bocah.
Kasihan Mak Onah. Kenapa anak-mantunya berbuat begitu? Aku terbayang seorang ibu muda yang terlihat repot mengurus anaknya. Dia berulangkali terbangun malam karena si anak ngompol atau ingin susu. Berkali pula dia tak jadi shalat karena mukenanya terkena ompol. Berkali, dan berkali.
Ketika beranjak besar si anak mulai bandel. Berulangkali membuat modar kepala anak tetangga. Harus keluar-masuk sekolah untuk menyelesaikan permasalahan kenakalan. Lalu, dia dewasa, pacaran, dan ngebet nikah.
Ibu itu meminjam sana-sini, menjual harta ke sana-ke mari, agar pernikahan anaknya sukses dan membanggakan.
Apakah cukup sampai di situ? Oh, tentu saja tidak. Seharusnya setelah anak menikah, maka tugasnyalah yang menyenangkan ibu. Membiayai hidupnya. Tapi ternyata si ibu harus berjibaku mencari nafkah. Bahkan tak tahu malu, anak-mantu terkadang nebeng hidup.
Apakah saat ingin hidup lebih mapan, anak-mantu tega membuat ibu menjadi babu? Memomong cucu yang nakal nggak ketulungan?
Kasihan Mak Onah. Dia mencoba terlihat ikhlas, meski hatinya hancur. Aku tak sadar meneteskan air mata saat membayar sarapan.
Sesampai di kampus, aku telepon Inong. Aku minta dia berhenti kerja dan harus memomong anak sendiri. Ebok bukan babu kami.
Inong terkekeh. "Sejak kapan kita sudah punya anak. Mas?"