Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita untuk Anak] Peristiwa di Pagi Hari

15 Januari 2020   17:00 Diperbarui: 16 Januari 2020   12:01 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

Pagi itu Aron terburu-buru masuk ke dalam kelasnya. Bagaimana ini? Dia belum mengerjakan pe-er matematika. Dia harus menyelesaikannya sebelum Bu Fat tiba. Kalau tidak, hmm, dia pasti akan dihukum membersihkan rumput di lapangan depan sekolah. Aduh, malunya!  Masa' anak yang terkenal rajin dihukum karena tak mengerjakan pe-er!

Tadi malam Aron memang sudah diingatkan ibu agar cepat tidur. Namun sebuah komik telah membuatnya membantah perintah ibu. Cerita dan gambar komik itu asyik sih!

"Kamu lupa mengerjakan pe-er ya, Ron? Tumben!" Bombom tertawa. Dia teman sebangku Aron, berbadan besar dan suka mengganggu teman.

"Iya, Bom. Aku keasyikan membaca komik yang kau pinjamkan," jawab Aron dengan gugup.

Beruntung Bu Fat terlambat datang ke sekolah. Aron yakin sebentar lagi pe-ernya akan selesai. Tapi akibat menulis terburu-buru, pensilnya jatuh di bawah bangku Bombom. Tatkala akan meraihnya, dia tak sengaja melihat beberapa lembar uang di laci meja. Uang siapakah itu? Apakah itu uang milik Bombom?

Aron menghela napas tak perduli. Baginya lebih penting memikirkan pe-er daripada uang itu. Untung saja beberapa saat kemudian pe-ernya selesai, bertepatan Bu Fat muncul di depan kelas.

Tapi kenapa gadis mungil berlesung pipi yang duduk di belakang Aron menangis? Ada apa dengan Ola? Mungkin dia juga tidak mengerjakan pe-er.

"Ola menangis, Bu Fat!" teriak Tini.

Bombom tertawa. "Ola lupa mengerjakan pe-er, Bu"

"Ola!" Bu Fat melotot. "Kenapa kau tak mengerjakan pe-er?"

Gadis mungil itu menghapus air matanya. Olala, ternyata tuduhan Bombom tidak terbukti. Pe-er Ola sudah selesai seminggu lalu. Dia hanya sedih memikirkan uangnya yang hilang. Padahal uang itu untuk membeli obat batuk sirop pesanan ayahnya.

Bu Fat memandang anak-anak di seluruh kelas. Mereka semua tertunduk takut. Bombom tiba-tiba melirik Aron dengan tajam sambil mengepalkan tinju. Apa maksud anak itu? Sementara Bu Fat mulai menanyakan seorang demi seorang murid, apakah mereka ada yang mengambil uang Ola. Mencuri itu tak baik. Apalagi mencuri uang teman sekelas.

"Berarti mencuri uang  murid di kelas lain boleh ya, Bu?" celetuk Udin terdengar lucu. Gerrr, seisi kelas tertawa terbahak-bahak.

"Uang siapa saja tidak boleh dicuri. Pokoknya tidak boleh!" geram Bu Fat.                     

Aron kembali menatap Bombom. Dia teringat uang beberapa lembar di laci meja, juga lirikan mata dan tinju anak itu. Barangkali dialah pencurinya. Namun bagaimana komik itu? Aron mulai ragu. Seandainya dia mengatakan Bombom yang mencuri uang Ola, gadis mungil itu akan sangat berterima kasih.

Sementara Bombom akan menjadi musuh Aron. Bagaimana kalau anak berbadan besar itu menghajarnya? Namun mendadak dia teringat ucapan sang ayah. Menjadi anak pemberani itu, bukan dengan sering berkelahi, tapi bisa berbuat kebaikan. Anak pemberani itu harus jujur! Aron semakin resah. Dia kasihan melihat Ola.

Aron kemudian mengangkat tangannya takut-takut. Bombom mulai gelisah.

"Ada apa, Aron?" tanya Bu Fat lembut.

"Ini, Bu. Tadi Aron lihat ada uang di laci meja. Apakah itu uang Ola yang hilang?"

Bu Fat mendekati Aron. Dia mengambil beberapa lembar uang dari laci meja. Uang itu berjumlah delapan belas ribu. Ola seketika berteriak girang. Uang itu memang miliknya yang hilang. Tapi siapakah pencurinya?

"Alhamdulillah! Yang penting uang Ola sudah kembali, Bu Fat."

"Bagaimana dengan pencurinya?"

Ola tersenyum. "Biarlah dia sendiri yang menyadari, menjadi pencuri itu tidak baik."

Akhirnya semua kembali tenang. Tapi saat pulang sekolah, Bombom mengejar Aron dengan napas terengah-engah.

"Ada apa, Bom?" tanya Aron. Yang ditanya hanya mengulurkan tangan.

"Terima kasih, Ron," ucapnya, "kau tak mengatakan akulah pencuri uang Ola. Sejak sekarang aku berjanji tak akan nakal lagi. Dan kalau mau baca komik, aku masih  banyak persediaan di rumah."

---sekian---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun