Saat itulah kau datang dengan histeris. Ayahmu yang berada di dalam mobil mewah, mencoba mengejar. Tapi seiring tubuhku meluncur ke sungai, kau juga ikut terbang seperti merpati. Saat itulah aku tidak ingat apa-apa lagi.
Kau tahu, ketika aku tersadar, mungkin beberapa hari kemudian, aku telah berada di sebuah rumah kecil. Seorang lelaki mengobati lukaku. Â Katanya, dia menemukan tubuhku yang penuh luka, terdampar di pinggir sungai.
"Tanggal berapa ini?" tanyaku terbata. Dia menyebutkan sebaris angka. Kepalaku tiba-tiba pening.
Saat aku terbangun, seorang ibu langsung memberiku segelas susu. Lelaki itu---mungkin suaminya---entah kenapa menjerit. Tapi dia kemudian berkata kepada istrinya, berita koran yang dia baca, mengatakan putri walikota terjatuh ke sungai.
"Masih hidupkah?" selaku. Aku berusaha duduk. Tapi aku tak bisa. Luka di pinggangku amat perih.
"Ya, katanya sekitar sejam. Sempat dilarikan ke rumah sakit. Tapi tak lama kemudian, dia tinggal nama."
Aku mendadak pingsan. Terdengar suara histeris si ibu dan lelaki itu.
***
Hujan semakin membesar. Malam semakin buta. Aku rapatkan semua pintu dan jendela. Satu demi satu  kunyalakan lampu. Kemudian mendekatimu yang mungkin kedinginan.
"Sudah mulai malam. Kau istirahat, ya!" ucapku sambil menggendongmu
Kau kumasukkan ke lemari. Mengecup pipimu pelan. Kau terlihat cantik, apalagi sedang terpejam. "Selamat tidur, Manekin Sayang!" Aku juga lelah dan ingin istirahat.