Seketika aku tersentak dengan tubuh bersimbah keringat. Aku menuju ruang tamu. Ibu dan Kakak sedang bersimbah air mata. Kata Ibu aku harus tabah saat Ayah pulang. Mungkin aku tak tahu apa maksud Ibu, dan aku memang tak tahu. Ketika ada ambulance di depan rumah, lalu Ibu dan Kakak menangis histeris, aku belum mengerti. Kakek yang kemudian menyabarkanku. Katanya Ayah sudah pergi. Pergi untuk tak kembali. Ayah ditabrak mobil saat mengambil uang entah di mana. Aku pun ingat cerita Midang ketika neneknya meninggal dunia. Neneknya juga pergi tak kembali. Seketika aku turut menangis histeris.
Tapi hingga berkeluarga, aku tetap tak pernah kehilangan Ayah. Dia masih di ruangan itu. Berhimpitan di rak buku. Manakala rindu, aku membaca bukunya. Dia tetap hidup. Hingga seribu tahun lagi.
Sapta, 141119
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H