Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jembatan Terakhir

8 November 2019   17:29 Diperbarui: 8 November 2019   17:47 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya harus berlari ketika mendengar anak sulung saya menangis. Dia memegangi kakinya yang memar. Ketika saya sudah di dekatnya, dia langsung menunjuk anak perempuan berambut bob yang ketakutan. Matanya mengerjap-ngerjap seperti akan menangis. Saya yakin anak perempuan itu yang mencelakai putri saya. Hanya saja saya hanya bisa mematung. Saya seolah melihat Siska junior yang bersedih ketika akan berangkat ke Kota Bandung. Dia pun menangis.  Maksud saya Siska. Oh, anak perempuan itu menangis juga.

Seorang perempuan segera berlari dan merangkulnya. Aku  terpana. Puluhan tahun terlewat alangkah dia tetap memesona. Saya mengerjapkan mata. Tapi saya tidak sedang bermimpi.

Anak saya sudah berhenti menangis. Dia memegang erat kaki saya.

"Siska!" Hati saya luluh. Seorang lelaki gagah mendekatinya.

"Ada apa, Ma?" Dia bertanya.

"Biasa, anak-anak!" jawabnya salah tingkah.

Lelaki itu menatap saya sendu. "Maafkan putri saya, ya. Dia memang suka nakal. Mari, Mas." Dia membawa Siska pergi. Sementara saya hanya bisa  terpaku. Lumayan lama. Sampai akhirnya sebuah sentuhan lembut menggamit lengan saya. Apakah Siska kembali untuk mengatakan dia rindu? Ah, saya salah. Seorang perempuan bernama Safitri berdiri di sebelah saya.

"Ada apa, Mas?" tanya istri saya.

"Ah, biasa, anak-anak," jawab saya sambil menggendong si bungsu.

"Apakah semua baik-baik saja?"

"Ya, pasti," jawab saya mantap. Tapi saya tak yakin apakah hati saya sedang baik-baik saja. Saya melihat dari jauh Siska, suaminya, dan anak perempuan itu naik ke dalam perahu bebek-bebekan. Saya membayangkan orang yang memegangi tangan Siska itu adalah saya. Saya membayangkan orang yang membiarkan dada bidangnya menjadi tumpuan kepala Siska adalah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun