Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta di Lengkung Kafe

6 November 2019   14:00 Diperbarui: 6 November 2019   14:08 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

Terlalu sibuk bercerita, hingga tak menyadari ada Mita di antara kami. Perempuan itu hanya terbengong  melihat kami seolah lupa sekitar.

Sekitar pukul lima sore mereka pun pulang. Kupastikan Loli akan datang lain waktu, bersama atau tanpa Mita.

Begitu cepatnya aku jatuh cinta. Aku yakin dia adalah jodohku. Namun apakah seorang barista dan novelis akan berujung harmonis? Mekipun hobi kami sama--penyuka novel---sepertinya tak ada korelasi barista dengan novelis.

***

Benar saja, Loli semakin sering bertandang ke Lengkung Kafe. Hampir setiap kunjungannya selalu tanpa Mita. Aku diam-diam menyimpan rapat-rapat cinta ini. Seorang barisa tak hanya telaten meramu kopi, juga telaten mengulen cinta. Itulah prinsipku dari dulu, tak ingin grasa-grusu kalau akhirnya sangat tak memuaskan.

Pertama-tama, aku harus mengajaknya berkunjung ke rumahku. Seolah tester makanan, Ibu pasti bisa menebak apakah Loli perempuan yang terpilih memasuki kuali keluarga Sutoro. Bibit, bebet dan bobotnya bagaimana? Bagaimana pun aku sangat sayang kepada Ibu. Aku ingin setiap yang kusenangi, juga akan disenanginya. Kedua, saat Ibu telah memberi lampu hijau, barulah aku berani mengatakan rasa cinta. Ketika, brak!!! Aku tersentak. Romuluz telah duduk di hadapanku dengan wajah seperti udang rebus. Aku kembali pura-pura disibukkan menghitung nota penjualan seminggu ini. Padahal pikiranku tak dapat didustai, hanya wajah Loli yang melayang-layang di situ.

"Boleh aku duduk?"

"Apa pernah aku melarangmu?" Aku tak tahu masalah Romuluz denganku. Ini bukan kebiasaannya. Dia terbiasa selalu datang dengan senyum lebar, dan langsung memesan kopi latte. Dia akan mengambil tempat di tempat Mita biasa duduk. Terkadang bila senggang, aku menemaninya sekadar berbicara ngalor-ngidul.  Tak ada perbincangan yang amat serius, apalagi membuat riak wajah kami tak sedap dipandang mata.

"Kau kenal Mita, kan?" Dia bertanya sambil mengucek rambutya.

Aku menjawab bahwa perempuan itu kawan kami sejak SMP. "Tahukah kamu apa isi hatinya?" lanjutnya. Aku menggeleng. Aku tak pernah tahu dan tak berkeinginan mengorek isi  hati Mita. Kami sudah menjadi sahabat akrab sejak beberapa tahun lalu. Apa yang ada di hati Mita, dan apa yang ada di hatiku, sama-sama kami tahu, seperti ruangan tanpa perabotan. Bersih, tak ada yang perlu disembunyikan. Hingga ketika Romuluz mengatakan bahwa Mita sepupunya, aku menjawab dengan tertawa.

"Dari dulu aku sudah tahu. Tak perlu kau ceritakan lagi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun