Mohon tunggu...
Tankulava
Tankulava Mohon Tunggu... Guru - Rifai el-Carbon

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Surat yang Terakhir: Kabar Gembira

13 Oktober 2020   14:41 Diperbarui: 13 Oktober 2020   14:43 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi teman-teman yang baru kali ini mampir di novel Surat Yang Terakhir ini, saya ucapkan selamat datang didunia halusinasi penulis. Cerita sebelumnya bisa langsung di cek pada link ini https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f72f1088c249c55c07ed0c3/surat-yang-terakhir-pertemuan-kedua#

Tiga bulan telah berlalu Faldi tidak pernah lagi melihat gadis yang dulu pernah ia tabrak. Namun hatinya berkata aneh, berseru ingin mencari dan menemuinya. 

Lantas ia sendiri bingung untuk apa dan kenapa. Setiap saat bayangan si gadis mencuri pikiran kosongnya. Bahkan selalu memikirkannya sesaat sebelum tidur. 

Dua sahabatnya tidak mengetahui apa yang sedang Faldi rasakan, meskipun mereka saling terbuka namun dalam hal perasaan ini Faldi simpan erat-erat dan merahasiakannya.

Setiap berangkat sekolah dan sepulangnya Faldi selalu menatapi gerbang SMA 2 yang kerap kali ia lewati setiap hari. 

Berharap berjumpa dengan Nora dalam pertemuan yang tidak direncanakan, atau hanya ingin menatap wajah gadis yang memiliki tatapan lembut dan senyuman yang manis. Sederhana memang yang ia harapkan namun tidak kunjung terwujud.

Beberapa kali Faldi mengusik bayang-bayang gadis yang menghantuinya itu dan berusaha keras untuk melupakan, toh gambaran senyum manis terus menerus menghampirinya. 

Hatinya selalu berdebat, kenapa wajah ini selalu datang, mengapa kehadiran bayang-bayangmu datang di situasi apapun dan dimanapun. Bahkan belum tentu dia memikirkanku. Oh tuhan, entah mengapa ini begitu mengganggu.

Tepatnya pagi hari sebelum bel sekolah berbunyi. Tiga orang bersahabat itu terlihat melewati gerbang sekolah dan beranjak memasuki kelas.

Namun langka kaki mereka terhenti saat melihat kerumunan orang yang menempeli majalah dinding dekat kantor sekolah. Belum tahu jelas apa yang sedang terjadi di pagi yang terlihat sedikit mendung ini. 

Bily beranjak meninggalkan dua orang temannya yang hanya berdiri menatapi. Bily yang sudah sampai di belankang kerumunan berusaha menuju kedepan. Menyelinap pelan-pelan menggeser orang di depan dengan tangannya.

Faldi dan Amat hanya berdiri mematung menunggu teman mereka keluar dari kerumunan. Tidak mau turut serta menyelinap kedalam keramaian seperti yang Bily lakukan. Tanpa berselang lama Bily pun keluar seperti caranya masuk tadi menghampiri dua sahabatnya yang hanya berdiri menatapi.

"Ada apa sih" Ucap Faldi penasaran.

"Bulan depan kita akan mengadakan kompetisi merayakan hari guru bro" Jawab Bily girang menepuk bahu Amat yang mematung.

"Kompetisi apa saja yang dipertandingkan" Tanya Amat.

"Banyak bro. Ada olahraga, keilmuan dan seni".

"Iya aku tahu itu, yang kutanyakan cabang-cangnya" Cetus Amat.

"Kalau itu sih aku gak sampe baca. Sempit, tidak bisa bernafas disitu, makanya aku langsung keluar" Nyinyir Bily.

"Ayolah masuk kelas, nanti kan bisa kita baca dengan detail" Ajak Faldi.

Mereka bertiga pun melangkah meninggalkan kerumunan di mading menuju kelas dan duduk di bangku masing-masing.

Bel sekolah pun berbunyi, tiga orang bershabat tadi sudah menunggu guru yang masuk hari ini di bangku mereka berserta kawan-kawan mereka yang lain. Cukup mencengangkan seisi kelas karena yang masuk ke dalam kelas mereka adalah Bapak Kepala Sekolah yang jarang sekali masuk ke kelas-kelas siswa bahkan ke kelasnya Faldi baru kali ini.

"Selamat pagi anak-anak" Ucap Bapak Kepala Sekolah seusai salam.

"Selamat pagi Pak" Sorak semua siswa yang ada di kelas tersebut.

"Semoga kabar kalian baik hari ini, karena bapak meliahat wajah kalian yang cerah dan semangat di pagi hari ini. Langsung saja, siapa ketua kelasnya".

"Saya pak" Ucap Bily sambil mengangkat tangan kanannya.

"Okey, kemari dulu nak".

"Ada apa Pak".

"Siapa Namamu".

"Mahmud Bily pak".

"Nah, Mahmud tolong informasikan keseluruh kelas bahwa pagi ini kita mengadakan apel mendadak di lapangan sekolah ya".

"Siap Pak".

"Siapa yang menurutmu bisa mendampingimu ke kelas-kelas".

"Faldi dan Amat pak".

"Baiklah. Mahmud dan dua orang yang dia sebutkan tadi tolong sampaikan informasi ini ke kela-kelas, sementara yang lain menuju lapangan dan buat barisan yang rapi. Okey".

"Baik pak" Jawaban serontak kembali terdengar atas perintah dari Kepala sekolah tersebut.

Semua siswa yang berada di kelas pun keluar seusai Kepala Sekolah meninggalkan mereka di kelas. Sementara tiga orang bersahabat itu berpencar masuk kedalam kelas menyampaikan informasi yang diberikan kepala sekolah tersebut. Setelah semua kelas sudah selesai mereka bertiga kembali kelapangan dan menyusun barisan kelas mereka.

Semua siswa beserta guru sudah berkumpul di lapangan. Barisan sesuai dengan kelas masing-masing agar tertata dengan rapi dan dapat di ketahui dengan mudah jajaran kelasnya. Sementara itu kepala sekolah bejalan perlahan menuju podium yang sudah di sediakan dihadapan siswa yang berbaris rapi. Berdiri tegap menatapi semua siswa lalu membuka map bercorak batik yang beliau pegang.

Seusai mengucap salam dan muqoddimah Bapak Kepala Sekolah membacakan isi map yang sudah dibuka. Yaitu berisikan pengumuman tentang kompetisi perlombaan antar sekolah untuk merayakan hari guru pada tahun ini yang diadakan bulan depannya.

Isi pidatonya adalah semua siswa SMA 1 harus bisa mengikuti perlombaan tanpa terkecuali. Perlombaan olahraga yaitu sepak bola, bola basket, badminton, tennis meja, voli, lompat jauh, lompat tinggi, lari jarak pendek dan lari estapet. Sementara keilmuan yaitu cerdas cermat, mini riset ilmiah, lomba matematika dan lomba karya tulis ilmiah. Dan yang terakhir kesenian yaitu melukis, lomba puisi, menyanyi, drama dan menari. Bapak kepala sekolah menjelaskan jenis perlombaan tersebut satu-persatu serta meneyebutkan siapa guru yang bakal jadi mentor atau pelatih dari setiap jenis perlombaan.

"Meskipun kita semua wajib mengikuti perlombaan tersebut, namun kita tidak lepas dari seleksi. Siapa pun yang lulus seleksi dalam minggu ini lansung menjumpai mentor masing-masing, guna agar kita mendapat mendali terbaik layaknya tahun-tahun lalu" Ucap Kepala sekolah menutup isi pidatonya.

Seusai pidato dari kepala sekolah semua siswa bubar dari barisan masing-masing meninggalkan lapangan.

"Bonus. Untuk kelas hari ini kita tidak belajar, ibu ingin tahu siapa saja yang ingin mengikuti lomba di kelas ini" Ucap Ibu Jenny sesudah semua siswa tiba di kelas. Hal seperti ini bukan sekali dua kali Ibu Jenny lakukan. Bukan beliau malas mengajar, melainkan Ibu Jenny menguasai psikis siswa dengan menghiburnya seperti itu.

"Kita semua mau ikut lomba bu" Jawab salah seorang siswa.

"Ya kalau lulus seleksi" Sambut siswa lain sepontan. Dan akhirnya membuat mereka tertawa bersama mendengar kalimat itu.

"Ini yang ibu suka dari kelas ini, tidak hanya pintar-pintar, namun memiliki ambisi yang kompetitif" Sahut Ibu Jenny senyum menatapi semua siswa "Kompetisi bukan hanya menentukan siapa pemenang dan bukan pula jawara itu lebih baik dari yang lain, karena diatas yang terbaik ada lagi yang lebih baik. Kompetisi itu gunanya untuk mengasah sampai dimana kemampuan seseorang dan untuk mengembangkan kemampuan tersebut" Sambung Ibu Jenny.

"Bu, perlombaannya kan banyak. Apakah kami boleh mengikuti dua atau lebih perlombaan" Tanya Amat.

"Boleh. Tidak ada yang melarangnya, tetapi untuk mencapai juara kita harus fokus terhadap tujuan utama kita. Dengan syarat harus lulus seleksi". Semua siswa kembali tertawa mendengar intonasi Ibu Jenny yang berbicara lucu.

Jalanan yang tadinya sepi kini menjadi ramai akibat jam anak sekolah sudah berkhir. Semua berjalan kaki memenuhi sepertiga jalan raya. Tiga orang bersahabat turut serta dalam khalyak ramai di jalan raya tersebut, namun mereka hanya bertiga yang berjalan bersebelahan. Tidak hanya mereka SMA 2 pun telah habis jam sekolahnya. Semua siswa dan guru melewati gebang sekolah.

Faldi memperhatikan satu persatu orang yang berjalan melawan arah dengan mereka, berharap dapat berjumpa dengan Nora walau hanya tatap muka. Siai-sia, gadis yang diharapkan tidak kunjung terlihat hingga mereka melewati gerbang SMA 2 sampai di kejauhan. Hatinya masih gelisah. Entah apa yang sedang terjadi, dia selalu ingin bertemu gadis itu. Hati terus berontak seakan tidak bisa berdamai dengan rasan ingin membuang angan-angan tersebut.

"Bagaimana kalau kita ikut seleksi untuk pertandingan sepak bola" Ucap Bily memecah keheningan.

"Ide bagus sih, biar kita terus bisa bersama" Sahut Amat. "Tapi kan kata ibu Jenny tadi boleh mengikuti seleksi beberapa perlombaan" Sambungnya.

"Woyyy...melamun terus kerjamu" teriak Bily kepada Faldi yang hanya diam dari tadi.

"Memangnya setiap diam itu melamun namanya" Jawab Faldi.

"Dari tadi diam aja sih. Emang mikirin apa sih"

"Gak ada, Cuma malas ngomong aja"

Tidak ada lagi pertanyaan yang di tujukan kepada Faldi. Mereka hanya berjalan menuju rumah masing-masing. Mungkin jika mereka mengetahui isi di dalam hati Faldi yang sekarang gelisah tidak menentu dan terus dihantui bayangan sosok gadis.

Mereka bisa membantu menghilangkan rasa gelisah tidak menentu itu atau malah sebaliknya mereka akan menggoda Faldi dan membuatnya merajuk dan tidak mau menemui atau berbicara kepada mereka berdua.

Jika merasa ceritanya nanggung itu karena ulah si penulis yang hanya sekali dalam seminggu mengirimkan sambungannya.

Salam Literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun