KELOMPOK 1Â
Asuransi Syariah
1. Wahyu Dwi Cahyono 212111041
2. Rifa'i Taifik Anas 212111062
3. Tutri Amalia Ramadhani 212111045
4. Anisa Hanif 212111048
5. Dian Safitri 212111070
1. Apa yang dimaksud akuntantsi Asuransi syariah?
Pengertian akuntansi asuransi syariah adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, mengikhtisarkan, serta melaporkan kegiatan keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Asuransi syariah sendiri adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru yang saling memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Dalam asuransi syariah, transaksi asuransi syariah berpedoman pada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), dengan demikian standar akuntansi keuangan menjadi sebuah acuan yang sangat penting dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Akuntansi asuransi syariah belum diatur secara khusus dalam PSAK sebagaimana akuntansi perbankan syariah yang sudah diatur dengan keluarnya PSAK No. 59. Oleh karena itu, berlaku prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, terutama PSAK No. 28 tentang Akuntansi Asuransi Kerugian dan PSAK No. 36 tentang Akuntansi Asuransi Jiwa.
2. Apa saja prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam asuransi syariah dan bagaimana implementasinya?
  Prinsip-prinsip dalam asuransi Syariah sangat penting dalam membentuk dasar operasional yang sesuai dengan hukum Islam. Dalam konteks perlindungan finansial, prinsip-prinsip ini menjadi panduan utama dalam pengaturan akad, pengelolaan dana, dan tujuan akhir dari sistem asuransi Syariah. Berikut ini adalah beberapa prinsip-prinsip asuransi Syariah dan implementasinya :
1. Prinsip tauhid, Prinsip tauhid dalam asuransi syariah berarti bahwa semua kegiatan yang dilakukan dalam asuransi syariah harus berdasarkan keyakinan kepada Allah SWT. Asuransi tidak boleh digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti perjudian atau spekulasi.
2. Prinsip Akad, Salah satu prinsip utama dalam asuransi Syariah adalah keabsahan akad. Akad asuransi Syariah harus didasarkan pada kesepakatan yang jelas dan transparan antara pihak-pihak yang terlibat. Akad dalam asuransi Syariah melibatkan kesepakatan antara pemegang polis (peserta) dan perusahaan asuransi, di mana pemegang polis membayar kontribusi (ujrah) untuk mendapatkan perlindungan dari risiko tertentu.
3. Prinsip Tabarru', Prinsip tabarru' adalah konsep di mana peserta asuransi secara sukarela menyumbangkan sebagian dari kontribusinya untuk membentuk dana kolektif. Dana ini digunakan untuk membantu anggota yang mengalami risiko atau musibah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Prinsip ini mencerminkan semangat saling tolong-menolong dan solidaritas antar sesama.
4. Prinsip Pooling Risiko, Prinsip pooling risiko atau ta'awun menekankan pentingnya berbagi risiko dalam komunitas asuransi Syariah. Dalam sistem ini, peserta asuransi saling berbagi risiko yang dihadapi oleh individu dalam kelompok tersebut. Jika seseorang mengalami musibah atau risiko, dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membantu pemulihan dan pemulihan kondisi keuangan mereka.
5. Prinsip Tidak Ada Gharar (Ketidakpastian) dan Maisir (Perjudian), Prinsip tidak ada gharar dan maisir melarang unsur ketidakpastian dan perjudian dalam asuransi Syariah. Akad asuransi Syariah harus menghindari ketidakpastian yang berlebihan dan tidak boleh memiliki elemen perjudian. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa akad asuransi didasarkan padahn prinsip keadilan dan kepastian yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
6. Prinsip tidak ada riba, Dalam prinsip asuransi syariah, tidak ada unsur bunga atau keuntungan yang diperoleh dari peserta. Nantinya peserta asuransi hanya perlu membayar premi yang akan digunakan untuk menanggung risiko yang mungkin terjadi. Jika mengalami musibah, maka peserta akan menerima manfaat asuransi dari dana yang telah dikumpulkan dari seluruh nasabah.
7. Prinsip Keadilan, Di mana semua pihak yang terlibat harus mendapatkan hak dan kewajiban yang setara. Keadilan yang dimaksud dalam prinsip asuransi syariah ini merupakan upaya menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi dengan setara. Setiap peserta asuransi berhak mendapatkan manfaat asuransi sesuai dengan jumlah premi yang telah dibayarkan, sehingga tidak ada peserta yang dirugikan.
3. Apa standar yang digunakan dalam akuntansi Asuransi syariah?
  Standar yang digunakan dalam akuntansi asuransi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang terkandung dalam hukum Islam. Beberapa standar yang digunakan dalam akuntansi asuransi syariah antara lain:
1. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions): AAOIFI mengeluarkan standar akuntansi syariah yang mencakup berbagai aspek keuangan, termasuk akuntansi asuransi syariah.
2. IFSB (Islamic Financial Services Board): IFSB mengeluarkan standar yang bersifat prudensial untuk industri keuangan Islam, termasuk asuransi syariah. Meskipun tidak secara khusus membahas akuntansi, standar IFSB mempengaruhi kerangka kerja akuntansi yang digunakan.
3. IAS (International Accounting Standards) yang telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah: Beberapa negara yang memiliki industri keuangan Islam telah memodifikasi standar IAS agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Standar ini mencakup akuntansi asuransi syariah.
4. PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah: Di Indonesia, PSAK telah diadaptasi agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, dan mencakup pula akuntansi asuransi syariah.
Penerapan standar-standar ini memastikan bahwa praktik akuntansi dalam industri asuransi syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang mendasarinya.
4. Apa perbedaan system akuntansi syariah dan akuntansi konvensional?
  Perbedaan System Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional
1. Sistem perjanjian asuransi
Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah yang pertama terletak pada sistem perjanjian dalam asuransi. Apabila asuransi konvensional memindahkan risiko (risk transfer) dari nasabah ke perusahaan asuransi, asuransi syariah memiliki akad berbagi risiko (risk sharing) antar peserta asuransi.
Dalam asuransi syariah, setiap nasabah menyerahkan premi ke perusahaan asuransi dan dikumpulkan menjadi dana bersama. Jika ada salah satu nasabah yang mengalami musibah, maka dana tersebut dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Jadi, asuransi syariah erat kaitannya dengan prinsip gotong royong.
2. Kepemilikan dana setoran nasabah
Karena uang yang dikumpulkan merupakan gabungan milik nasabah, maka perusahaan asuransi syariah hanya berperan sebagai pengelola dana. Dana yang dikumpulkan adalah milik bersama nasabah dan perusahaan asuransi hanya akan mengambil sebagian fee untuk pengelolaan dana.
Berbeda dengan asuransi konvensional, di mana setiap dana premi yang terkumpul menjadi hak milik perusahaan asuransi. Begitu pula jika ada klaim dari nasabah, menjadi tanggung jawab asuransi konvensional sepenuhnya untuk membayar klaim tersebut.
3. Pengelolaan dana yang transparan
Karena berlandaskan hukum Islam, pengelolaan dalam asuransi syariah lebih transparan. Jadi, setiap peserta berhak mengetahui bagaimana cara perusahaan asuransi syariah mengelola dana yang mereka kumpulkan. Tujuannya adalah supaya menghindari risiko pengelolaan dana yang melanggar hukum syariat.
Sementar itu, asuransi konvensional tidak akan membagikan strategi pengelolaan dana kepada nasabahnya. Semua uang yang masuk dan dikelola 100 persen merupakan milik perusahaan asuransi.
4. Pembagian surplus underwriting
Dalam asuransi syariah, ada yang dinamakan dengan surplus underwriting. Surplus underwriting adalah sistem pembagian hasil investasi kepada setiap nasabah. Pada asuransi konvensional, sistem ini tidak diterapkan karena keuntungan investasi dari dana premi merupakan milik perusahaan sepenuhnya.
5. Asuransi syariah diawasi DPS
DPS adalah singkatan dari Dewan Pengawas Syariah. Dewan tersebut akan mengatur dan mengawasi cara kerja perusahaan asuransi syariah dalam mengelola dananya. Pasalnya, terdapat sejumlah aturan dalam mengelola asuransi syariah, misalnya tidak boleh berinvestasi pada bisnis yang menjual produk haram, harus menghindari riba, hingga menghindari ketidakjelasan dalam mengelola uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H