Aku menunggunya di kafe Ilo. Kami sudah berjanji untuk bertemu hari ini pukul tiga siang. Aku sudah tak sabar bertemu dengannya karena kami sudah puluhan tahun tak bertemu. Waktu itu, dia mengabariku disebuah media sosial.Â
Dia bilang bahwa dia sudah lama mencariku. Sampai pada akhirnya dia menemukanku di facebook. Aku kaget mengetahui bahwa ia pun mencariku sama sepertiku yang sangat ingin bertemu dengannya lagi.Â
Dia adalah Andrew cinta pertamaku saat aku di SMP. Dia anak kelas 2C samping kelasku. Dia bertubuh tinggi besar, berkulit putih dan rambutnya yang keren. Dia atlet bulutangkis di sekolahku dan aku tahu bahwa ia penggemar klub Intermilan sama sepertiku. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Kala itu, aku meminta bantuan teman kelasku untuk mengenalkannya padaku.Â
Lalu kamipun berkenalan saat jam istirahat. Masih terasa canggung saat itu. Kemudian, kami memutuskan untuk pulang bersama dan makan siang bersama. Kami makan siang bersama disebuah restoran cepat saji.Â
Masih menggelitik rasanya, melihat aku yang dominan menanyakan banyak hal padanya. Ditengah pembicaraan, aku mengatakan bahwa aku menyukainya dan memintanya untuk menjadi pacarku. Lalu dia pun tersenyum dan menerimaku.
Keesokan harinya, Fredi teman sekelasku, memberitahuku jika Temy dari kelas 2G menyukaiku. Fredi berkata bahwa Temy menungguku di kantin sekolah. Lalu kami bertemu dan mengobrol sebentar.Â
Tiba-tiba ia menyentuh tanganku dan menyatakan perasaannya padaku. Jujur saja aku senang karena Temy adalah salah satu cowok populer di sekolah. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menerimanya. Aku teringat pada Andrew dan merasa bersalah lalu aku meminta Fredi untuk membantuku untuk memutuskan Andrew karena aku sangat tak enak padanya. Lalu Fredi dengan dinginnya menuju kelas Andrew dan mengatakan semua hal yang ingin aku sampaikan pada Andrew.
Dan saat itulah, aku tak pernah menyapanya lagi, aku selalu menghindar jika kebetulan bertemu dengannya, dan jika berpapasan aku selalu memalingkan mukaku.
Tapi, ternyata kebersamaan kami yang sangat pendek itu sangat berarti untuk kami berdua. Hingga detik ini aku masih merasa bersalah dan aku tak tahu apakah dalam hati Andrew menyimpan dendam padaku ataukah dia memang masih mencintaiku karena ia berkata bahwa ia sangat bersyukur bahwa Tuhan mengabulkan doanya yang telah mempertemukanku dengannya. Kata-katanya itulah yang semakin membuatku merasa bersalah padanya.
Aku sampai di kafe Ilo tepat pukul tiga Aku melihat kesana-kemari mencari meja kosong, namun aku melihat sosok yang familiar berada di pojokan kafe dengan jendela besar yang menghadap ke jalanan. Aku segera menghampirinya yang sedang tertunduk melihat handphone. Lalu aku menjulurkan tanganku seraya berkata :
" Hai, Andrew?" Ia menghadapkan wajahnya padaku dan berkata " hey, Lisa. Lama tak berjumpa" kurasakan gengaman hangat dari tangannya.