Entah di hijau, di kuning atau di merah kau labuhkan
Sampai terlupa di dermaga mana engkau menepi
Ujung kecewa menari- nari di sudut hati, bersemayam dan menetap, menuai lara.
Â
Â
Entah kenapa puisi itu dengan lancar ditulisnya. "Aaaah ... mungkin karena hatiku yang lagi porak poranda, sehingga rasa itu tertuang dengan mudahnya pada kalimat- kalimat yang kutulis" gumam Resti sambil mengaduk segelas milo dingin dengan sedotan yang dipegangnya.
Â
***
Â
Diingatnya pertemuan terakhirnya dengan Dion, pujaan hatinya. Meski hatinya masih begitu tulus mencintainya, tapi harus ada keputusan yang harus dilakukannya. Supaya sandiwara yang dilakonkan Dion selama ini segera berakhir. Ternyata selama ini dirinya telah diduakan. Ternyata selama ini ada wanita lain selain dirinya. Dan itu terjadi di masa dua tahun pertunangan mereka berdua. Itu sungguh menyakitkan. Keputusan yang diambilnya kemarin, memutuskan pertunangan mereka berdua, itu sudah pertimbangan final yang tidak bisa ditolerir lagi. Keputusan yang diawal sangat tidak disetujui oleh ayah ibundanya dan oleh ayah bunda Dion sendiri. Dan juga oleh Dion sendiri.
"Sayang, apakah harus seperti ini keputusan yang kamu ambil". "Maafkan aku yaa ....sayang ... aku telah khilaf ...." ucap Dion ketika ia mengungkapkan keinginannya memutuskan pertunangan mereka berdua.