Mohon tunggu...
Rifan Ardianto
Rifan Ardianto Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

ASN

Selanjutnya

Tutup

Money

"Kang Ujang" dan "Ceu Ati", Strategi dan Dampak Nyata Tertib Ukur bagi Slogan 75 tahun Indonesia Maju

15 September 2020   16:39 Diperbarui: 15 September 2020   16:44 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang ukuran, takaran, dan timbangan, terutama dalam hal kebenaran hasil pengukuran alat ukur masih rendah. Kepedulian terhadap ukuran, takaran, dan timbangan pada saat berbelanja memang masih belum menjadi prioritas bagi konsumen. 

Bagi konsumen, ketika dihadapkan pada komoditas yang sama dengan harga yang berbeda-beda, yang dipilih komoditas dengan harga termurah. Padahal sejatinya, bisa jadi ukuran, takaran dan timbangan komoditas menjadi permainan sehingga harga menjadi lebih murah.

Sementara bagi pelaku usaha, mereka masih harus memikirkan keuntungan yang diperoleh mengingat mereka pun membeli komoditas untuk dijual dengan harga yang tidak sedikit lebih murah dari yang mereka jual. Mereka pun bisa menjadi korban atas penyalahgunaan ukuran, takaran, dan timbangan itu sendiri ketika melakukan transaksi bisnis (bussiness to bussiness).

Di masa pandemi COVID-19 dimana ekonomi semakin sulit, penyalahgunaan ukuran, takaran, dan timbangan memiliki potensi yang besar terjadi untuk sekedar bertahan hidup.

Kerugian dari kesalahan pengukuran 0,5% lebih besar dibandingkan nilai investasi pembangunan tol trans sumatera

Dampak dari penyalahgunaan alat ukur, takar, dan timbang cukup siginifikan yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Terlebih apabila ditarik ke dalam perhitungan pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari belanja konsumsi masyarakat. 

Bila diasumsikan terdapat kesalahan pengukuran sebesar 0,5% dalam satu kali transaksi perdagangan di pasar, maka bisa diperkirakan secara nasional kerugian yang dialami oleh konsumen mencapai Rp 3,378 triliun per hari atau Rp 1 232,8 triliun per tahun untuk satu komoditas. Nilai kerugian ini setara dengan 7,7% PDB Indonesia.

Nilai ekonomis kesalahan pengukuran sebesar 0,5% di pasar bisa lebih besar daripada nilai investasi untuk pembangunan jalan tol trans sumatera. Tidak hanya konsumen, Negara bisa saja menjadi korban dari penyalahgunaan alat ukur, takar, dan timbang seperti potensi losses dari transaksi perdagangan internasional, pemungutan pajak, dan lain-lain. Bahkan kerugian secara tidak langsung dari ketidakakuratan pengukuran berdampak pada peningkatan mutu produk nasional.

Pemerintah selama 3 tahun terakhir mendorong 322 Unit Metrologi Legal yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dan akan terus bertambah, beroperasi untuk memberikan pelayanan tera dan tera ulang hingga ke pelosok daerah untuk mengurangi penyalahgunaan alat ukur yang dapat menimbulkan ketidaksesuaian ukuran, takaran dan timbangan. Sebuah resiko yang dapat diterima konsumen ataupun pelaku usaha/pengguna alat ukur itu sendiri. Namun upaya tersebut belum cukup.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Harus Menerapkan Cara Kerja Baru

Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dengan inovatifnya, membentuk Ceu Ati yang memiliki akronim Cek Ukur Akurasi Timbangan. Ceu Ati ini merupakan upaya pemberdayaan kaum ibu-ibu dalam komunitas PKK. 

Faktanya, kaum ibu-ibu secara tidak langsung memiliki tingkat resiko yang tinggi sebagai korban penyalahgunaan ukuran, takaran, dan timbangan di pasar tradisional atau pasar modern yang dikunjunginya. 

Tentu saja inovasi ini dirasakan cukup efektif dilihat dari karakteristik ibu-ibu yang kritis ketika melakukan transaksi perdagangan, sehingga lebih mudah untuk menyerap informasi dan mengubah perilaku menjadi konsumen yang lebih berdaya.  

Di satu sisi, program Kang Ujang (Tukang Uji Timbangan) yang diluncurkan oleh Kementerian Perdagangan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung pada tahun 2019, juga memberikan sebuah terobosan dengan memberdaya para pengelola pasar tradisional dan pasar modern untuk secara aktif melakukan pemantauan terhadap penggunaan alat ukur, takar dan timbang yang digunakan dalam transaksi perdagangan.

Walaupun jumlah Ceu Ati dan Kang Ujang yang masih sedikit berdasarkan data Kementerian Perdagangan yaitu 18 Ceu Ati dan 218 Kang Ujang, namun jumkah tersebut dapat terus bertambah. Dengan kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang sinergi, sebanyak 2,5 juta kader PKK dan 18 ribu pengelola pasar tradisional dan pasar modern dapat diberdayakan untuk membentuk Ceu Ati dan Kang Ujang.

Di sinilah masyarakat konsumen menjadi bagian dari solusi untuk membangun budaya tertib ukur dan menciptakan pelaku usaha yang bertanggungjawab. Ceu Ati dan Kang Ujang menjadi bagian dari solusi mewujudkan Indonesia Tertib Ukur. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi fasilitator untuk memastikan bahwa alat ukur, takar, dan timbang yang digunakan di masyarakat telah sesuai dan kesalahan pengukuran dapat dijaga pada titik nol dimana tidak ada pihak yang dirugikan.  

Sebuah strategi people-to-people yang kohesif dengan impact yang cukup besar dan dapat dianalisa secara cermat dan akurat. Strategi membantu menyederhakan kerumitan dan memutus rantai penyalahgunaan alat ukur yang berdampak pada ketidaksesuaian ukuran, takaran, dan timbangan.

Tertib Ukur salah satu indikator negara maju

Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tersurat dalam Undang-Undang dasar 1945 adalah memberikan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. 

Ketika pemerintah baik pusat maupun daerah mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi segenap masyarakatnya melalui kebenaran hasil pengukuran, maka disitulah negara berhasil mengangkat peradabannya menjadi lebih maju, satu langkah kedepan.

Bantjana Patakaran, Pralaya Kaparadanan. Memberdaya ukuran mengurangi kepercayaan merupakan moto penggerak untuk mewujudkan tertib ukur cermin budaya jujur sebagai indikator Indonesia maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun