Hal ini tentu menguatkan spekulasi dan kesimpulan bahwa sebenarnya pemerintah daerah pun tidak terlalu peduli akan dampak buruk penggunaan kantong plastik sekali pakai. Kesimpulan lainnya, pemerintah daerah di kota ini tidak menjadikan aturan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai ini sebagai "pijakan hukum" yang dapat mendisiplinkan masyarakat hingga mereka sadar akan dampak buruk yang ditimbulkan dari penggunaannya. Pasalnya, bahan yang digunakan mengandung bahan kimia berbahaya seperti bisphenol A (BPA) dan flatat. BPA, yang digunakan dalam pembuatan botol plastik dan wadah makanan berkaitan dengan masalah hormonal dan reproduksi, serta meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes.Â
Sepintas terlihat bahwa aturan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai itu hanyalah upaya untuk memenuhi formalitas hukum yang sia-sia. Jika melihat pada fakta dan data bahwa kian hari penggunaan plastik sekali pakai ini semakin meningkat penggunaannya juga termasuk sampah yang dihasilkan.Â
Fakta lain, sosialisasi aturan dan aturan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai oleh pemerintah daerah hanyalah menyasar pelaku usaha dan pusat-pusat perbelanjaan, sementara masyarakat secara umum tidak. Mengapa?!
Sebagai solusi, untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai ini agar tidak menjadi 'bom waktu' di kemudian hari, diperlukan kolaborasi dari semua pihak atau stakeholder untuk menyusun kebijakan dan rencana aksi, serta melaksanakan program yang terkait dengan pengurangan sampah plastik, baik yang berkaitan dengan produk ataupun kehidupan sehari-hari di masyarakat pada umumnya.Â
Pertanyaannya kemudian, apa saja program yang dapat direalisasikan dalam mengatasi masalah sampah plastik yang terus meningkat pesat ini?Â
Seperti diketahui, bahwa sebenarnya pemerintah pusat maupun daerah juga telah mengampanyekan  cara mengatasi masalah sampah plastik, yaitu pertama, kampanye membatasi penggunaan barang-barang sekali pakai, khususnya single use plastic. Kedua, kampanye untuk mendorong masyarakat mulai belanja tanpa kemasan. Jadi, saat pergi ke pasar atau supermarket, harus membawa kantong belanja sendiri. Ketiga, kampanye melakukan pemilahan sampah dari rumah sendiri. Jadi, sampah plastik tidak lagi tercampur dengan sampah organik sehingga mudah didaur ulang.Â
Namun, kembali kepada pertanyaan serta kesimpulan sementara penulis, apakah benar pemerintah saat ini serius mengatasi masalah penggunaan kantong plastik sekali pakai dan dampaknya pada lingkungan? Jika dilihat dari data yang dipublikasikan beberapa lembaga pemerhati lingkungan, termasuk pemerintah sendiri, itu semua hanyalah sebatas program dalam tataran wacana tanpa realisasi yang terukur.Â
Allahu 'alam bishowab, hanya waktu dan fakta di lapangan yang bisa kita jadikan rujukan untuk menghukumi apakah pemerintah pusat maupun daerah serius mengurusi masalah ini? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H