Mohon tunggu...
M RIDWAN RADIEF
M RIDWAN RADIEF Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Aku adalah tanda tanya untuk sesuatu yang bernama "ILMU"..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merdeka?

16 Agustus 2016   19:20 Diperbarui: 16 Agustus 2016   19:28 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana harus kita teriakkan kemerdekaan di tengah kegaduhan para elit yang mabuk kepayang, Birokrasi yang serampangan, dan para pemimpin yang tuli? Jangankan didengar, bahkan mereka sengaja merusak corong keadilan agar tidak lagi bersuara. Merdeka kah kita ?

Persembahan darah dan air mata para pendahulu ternyata tidak cukup mengantarkan rakyat Indonesia pada kehidupan yang berbahagia. 71 tahun negeri ini larut dalam eforia kemerdekaan yang semu. Kemerdekaan yang sepihak dan seremonial. Mengapa demikian ? Karena kita hanya menghapuskan penjajahan tidak dengan penjajah berdasi yang masih hidup dan perlahan mengiris urat nadi rakyat Indonesia.

Mimpi indah kemerdekaan sebagai jembatan emas menuju perikehidupan kebangsaan dan kewargaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur lekas menjelma menjadi mimpi buruk. Tertindas, perpecah – belah, terpebudak, timpang, dan miskin.

Secara umum, pemerintahan Negara gagal menunaikan kewajibannya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. ( Latif 2015:3)

Nyaris substansi kemerdekaan tidak pernah dapat tersentuh, tarik ulur definisi kemerdekaan masih dalam poros eforia atas lenyapnya penjajahan di atas muka bumi Indonesia. Sementara itu, kekuasaan kehakiman yang terintervensi uang, korupsi, narkoba yang merajalela, isu SARA, kemiskinan, kekerasan, dan lain sebagainya tidak dapat kita pungkiri. Bahkan diri sendiri belum merdeka dari dikte penguasa. Inikah kemerdekaan ? Tesisnya bangsa ini masih berjuang bukan melawan penjajahan melainkan melawan nafsu dari bangsa sendiri.

Penderitaan di Tanah Merdeka

Orang bilang tanah kita tanah surga. Berbagai macam kekayaan tumbuh dari tanah ini, mata air melimpah ruah dan lautan yang terbentang luas. Namun apa, kini itu semua menjadi air mata kehidupan. Ironis, kelaparan dan menderita di tanah subur nan merdeka. Adakah yang lebih pahit selain menikmati asam di tempat yang penuh gula ? Kemerdekaan ibarat terperangkap dalam hutan, semua serba tidak jelas dan penuh dengan tanda tanya.

Janji suci kemerdekaan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia telah menciptakan resistensi, sebab hal tersebut hanya dinikmati segelintir elit. Negara tidak benar – benar menempatkan rakyat indonesia sebagai pemangku kepentingan yang berdaulat dan harus dimerdekakan dari peliknya kehidupan.

Kesejahteraan yang timpang, pelayanan publik yang diskriminatif, isu SARA dan kriminilasisi kebebasan berpendapat adalah realitas yang terhindarkan. Karena itu, redefinisi kemerdekaan dalam wujud perbuatan adalah suatu keniscayaan.

Redefinisi Kemerdekaan

Akutnya krisis yang melanda negeri ini mengisyaratkan bahwa untuk menuju kemerdekaan yang sesungguhnya tidak hanya dibutuhkan retorika para pemimpin melainkan kerja nyata dan gotong royong bahu membahu membawa bangsa ini lepas dari segala perbuatan diskriminasi, korupsi, kesenjangan, kemiskinan dan kriminalisasi atas pendapat dan kritik.

Kemerdekaan bangsa Indonesia harus diseret pada rel kehidupan yang berbahagia penuh cinta dan kasih. Negara dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia, perlu menjadikan konstitusi sebagai landasan mewujudkan kehidupan yang berbahagia. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menjelaskan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD” kedaulatan dikonsepsikan sebagai kekuasaan tertinggi yang dimiliki rakyat sebagai konsensus kemerdekaan.

Jaminan kemerdekaan terhadap rakyat yang berdaulat adalah terbuka lebarnya ruang partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Selama ini, pemerintahan Negara telah memandang masyarakat sebagai konsumen bukan sebagai warga Negara yang aktif. Akibatnya, masyarakat jarang sekali berada dalam arena kebijakan publik. Karena itu, atas nama kemerdekaan, rakyat harus hadir dalam penyelenggaraan pemerintahan dan mengintervensi setiap keputusan pemerintah.

Selain dari pada itu, jaminan kemerdekaan termanisfestasikan dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia. Negara harus menjamin hidup dan kehidupan rakyat Indonesia. Membebaskan rakyat dari bayang – bayang kelaparan, penyakit, tekanan dan kesengsaraan karena kebodohan. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pendapat serta bebas berkumpul dan berserikat. Setiap orang berhak atas pendidikan, kesehatan, pelayanan yang berkualitas dan hidup dengan layak.

Jaminan Hak Asasi Manusia di atas tidak boleh hanya sekadar tinta hitam dalam lembaran konstitusi melainkan menjadi peluru yang menghancurkan dinding tebal kesengsaraan dan keangkuhan penguasa. Jaminan Hak Asasi Manusia harus hadir dalam realitas melalui kesadaran pemerintah dan seperangkat kebijakan yang mengikat dan memaksa masyarakat dan penguasa untuk menjaga kehidupan yang lebih harmonis. Kemerdekaan bukan milik segelintir elit melainkan milik seluruh rakyat Indonesia. Mari kita rebut kembali dan menjaga bangsa ini tetap jaya. Merdeka !!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun