Mohon tunggu...
Ridwan L
Ridwan L Mohon Tunggu... Editor - ASN Kemenkumham

Pernah belajar di FE Unkhair dan FEB UGM. Tinggal di Jogja. Dari Ternate.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Avatar: The Way of Water dan Hikayat tentang Laut

18 Januari 2023   19:41 Diperbarui: 19 Januari 2023   14:31 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Peta distribusi suku Bajo di Indonesia. Sumber: Pradiptajati Kusuma, dkk; 2017)

Di Maluku Utara jika Anda tengah berangkat dari Sanana, Kepulauan Sula, menuju Ternate pada sore hari menjelang malam, rute kapal akan mengikuti jalur perkambungan terapung Suku Bajo di Utara Sanana. Saya sempat mengabadikan pemukiman Suku Bajo dalam gelap dari atas kapal menggunakan ponsel (sayang, hardisk saya rusak sehingga data-data penting di dalam pun ikut hilang). Suku Bajo tak sekadar pengembara laut terbesar yang tersisa di dunia. Mereka secara turun temurun masih menjaga kepercayaan dan kesakralan laut dalam menunjang keberlangsungan kehidupan mereka.

(Koleksi Majalah Tempo Edisi Khusus
(Koleksi Majalah Tempo Edisi Khusus "Cerita dari Laut; 2015)

Majalah Tempo dalam edisi khusus "Cerita dari Laut" (2015) yang saya koleksi pernah menyajikan rubrik menarik  tentang kehidupan laut dan sosial masyarakat Indonesia. Dalam catatannya, digambarkan bahwa bagi masyarakat Bajo, laut merupakan tempat bersemayam nenek moyang mereka yang disebut Mbo Madilao atau nenek di laut. Sehingga dalam menjaga kelestarian ekosistem laut ada pantangan yang tak boleh dilanggar. Bahkan hal-hal kecil dianggap "mencemari" lautan seperti membuang ampas kopi, air cucian beras, dan kulit jeruk menjadi pantangan saat melaut. Ini memberi pesan bahwa membuang sampah di laut merupakan larangan untuk menjaga ekosistem laut.

Di Indonesia, setiap daerah memiliki hikayat tentang kesakralan kehidupan laut beserta isinya. Pada masyarakat Kepulauan Kai, hukum adat Larwul Ngabal, antara lain mencantumkan penghormatan pada luat dan perempuan. Upaya menjaga kelestraian laut masyarakat di sana diterapkan dalam ritual "sasi" (larangan) yaitu sistem penggiliran ketika menangkap ikan dengan tujuan pelestarian dan kesimbangan ekosistem laut. 

Dalam sasi laut, atau sasi haweyar bahwaren, Bapa Raja atau Kepala Desa membacakan sumpah adat berbunyi:

"Duade, duade. Hukume, hukume. Amdir natahit roa fo am ot sasi fo batang fu ut lola na roa" (Tuhan-tuhan, hukum-hukum. Kami berdiri di pantai tepi laut untuk memasang sasi sebagai simbol menjaga hasil laut sehingga tak diambil sembarang oleh masyarakat. Semuanya adalah untuk kesejahteraan negeri) (Lonthor dan Kabalmay, 2019).

Bagi penduduk Tanjung Bunga, Flores, Nusa Tenggara Timur, jika mereka memperoleh ikan yang lebih atau terdapat ikan yang terdampar, maka akan digelar ritual adat syukuran ehiwaing jereluwo untuk dibagi-bagikan ikan tersebut kepada seluruh warga.

(Seorang Ibu di Malut, berjualan dari atas perahu. Dok: pribadi)
(Seorang Ibu di Malut, berjualan dari atas perahu. Dok: pribadi)

Orang-orang Sangir di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (sampai Maluku Utara), memiliki budaya gotong royong mekakendage saat melaut yaitu konsep kebersamaan dalam budaya mepalose yaitu saling menolong secara spontan tanpa membedakan strata. Bahkan bahasa khusus dengan tuturan halus atau sasahara digunakan masyarakat Sangir saat melaut karena percaya akan kesakralan laut (mateling).

Hikayat tentang laut Nusantara tak ada habisnya. Masih banyak cerita tentang keluhuran kehidupan laut yang menjadi mata rantai penting bagi keberlangsungan ekosistem kehidupan mahluk lain di semesta. Dahulu, para pendahulu kita mungkin telah menerawang ke arah masa depan. Para leluhur dengan kebijaksanaannya telah menggaris batas-batas apa yang (tidak) dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian alam—tidak hanya untuk laut, namun juga semesta dan segala isinya untuk diwarisi pada generasi penerusnya.

Seperti yang dipercaya bangsa Metkayina dari planet Pandora dalam sekuel Avatar The Way of Water: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun