Mohon tunggu...
Raden Ridwan Hasan Saputra
Raden Ridwan Hasan Saputra Mohon Tunggu... -

Presiden direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM). Tentang KPM, bisa kunjungi website www.kpmseikhlasnya.com. Selain itu, berbagai pemikiran saya, juga saya tuangkan dalam ridwanhs.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerita Hikmah: Kenapa dalam Hidup Harus Ada Musibah?

28 Mei 2016   15:30 Diperbarui: 28 Mei 2016   16:18 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 12 Oktober 2015, saya mendapat berita tentang sebuah kasus kejahatan di Kota Bogor. Telah terjadi pencurian uang sebesar 137,5 juta dengan modus pengempesan ban.  Korban setelah mengambil uang dari sebuah bank yang terletak di daerah sekitar Taman Topi, kemudian setelah melewati jalan sepi tiba-tiba ban belakang sebelah kiri mobil tersebut kempes. Kemudian korban mengambil dongkrak untuk mengganti ban, tiba-tiba ada  yang berteriak maling, maling.

Ternyata ada 2 orang yang mengambil tas berisi uang di dalam mobil, kedua orang tersebut kabur dengan menggunakan motor yang berjenis honda bebek Yamaha Jupiter. Kejadian yang sama di kota Bogor,  saya alami 3 hari sebelumnya, tepatnya pada hari jumat, 9 Oktober 2015. Uang yang hilang sebesar 105 juta dan itu adalah uang kegiatan pelatihan matematika di beberapa daerah yang dititipkan kepada saya. Kejadian yang saya alami tepat satu minggu setelah pisah sambut Kapolres Bogor Kota dari AKPB Irsan ke AKBP Andi Herindra. Sepertinya para penjahat ini ingin mencoba ketangguhan Kapolres Bogor Kota yang baru. Semoga tantangan para penjahat ini bisa dijawab dengan aksi nyata oleh Kapolres Bogor kota yang baru.

Kenapa harus ada musibah ?

Mari kita bayangkan jika di dunia ini tidak ada penjahat yang berhasil melakukan kejahatannya? Apakah pekerjaan polisi, khususnya di bagian Reserse dan Kriminal?.  Bagaimana ilmu-ilmu yang dipelajari selama ini di Akademi Kepolisian atau Lemdikpol akan digunakan jika ternyata tidak ada tindak kejahatan.  Mari kita bayangkan juga, jika tidak ada orang yang sakit, apakah pekerjaan dokter? bagaimana menggunakan ilmu yang dipelajari dengan susah payah dan dengan biaya yang mahal selama kuliah, jika tidak ada orang yang sakit?. Terakhir mari kita bayangkan jika tidak ada motor atau mobil yang bannya bocor, apakah pekerjaan tukang tambal ban? jawaban dari semua itu adalah menganggur dan ilmunya menjadi tidak bermanfaat.

Jika direnungkan berarti Musibah itu ada untuk membuat sistem kehidupan bisa tetap berjalan. Dengan adanya penjahat maka polisi mempunyai pekerjaan dan menggunakan ilmu yang selama ini dipelajari untuk menangkap penjahat. Dengan adanya orang sakit, dokter jadi ada pekerjaan dan bisa mempraktekan ilmu yang dipelajari selama ini untuk menyembuhkan pasien. Dengan adanya ban motor dan mobil yang bocor, tukang tambal ban jadi ada pekerjaan dan bisa  mempraktekan ilmu yang dipelajari untuk menambal ban bocor. Bagaimana dengan orang yang mendapat musibah seperti jadi korban kejahatan, orang yang sakit dan orang yang bannya bocor? jawabannya adalah orang-orang tersebut harus Ikhlas Menerima kondisi atau keadaan tersebut.

Ikhlas Menerima cara terbaik mensikapi musibah

Hidup ini adalah panggung sandiwara besar, harus ada orang yang menjadi korban dan harus ada orang yang menjadi pelaku yang menyebabkan orang menjadi korban agar panggung sandiwara masih menarik untuk ditonton. Sehingga panggung ini tidak dirobohkan atau ditutup. Bagi yang Ikhlas Menerima ketika mendapat musibah tentunya akan mendapat “upah” dari “sang Sutradara” yaitu Allah SWT, karena dengan Ikhlas Menerima panggung sandiwara ini masih berlangsung. Bentuk “upahnya”  tidak perlu kita pikirkan karena Allah tahu yang terbaik untuk diri kita. Bagi yang tidak Ikhlas Menerimajika mendapatkan musibah,  berarti tidak menuruti arahan atau skenario dari “sutradara”.  Sehingga akan berefek tidak mendapatkan “upah” dari “Sutradara”. Oleh karena itu lebih baik kita Ikhlas Menerima ketika mendapatkan musibah. Bagaimana dengan Orang yang menjadi pelaku sehingga ada orang lain harus mendapatkan musibah? Hal itu kita serahkan kepada sang “Sutradara” yaitu Allah SWT. 

Ikhlas Menerima lebih sulit dari pada Ikhlas Memberi

Jika kita mempunyai uang Rp1.000.000,00 kemudian kita menyumbangkan Rp10.000,00  sangatlah wajar jika kita Ikhlas Memberi pada saat itu. Tetapi jika uang Rp1.000.000,00 yang kita miliki tiba-tiba hilang semuanya karena dicuri orang. Maka kita perlu waktu untuk Ikhlas Menerima kenyataan tersebut. Kejadian seperti pada Ikhlas Menerima pasti pernah di alami oleh kita semua, walaupun belum tentu semua bisa ikhlas menerima dengan kejadian yang dialami tersebut. kita harus belajar untuk ikhlas menerimaagar kehidupan kita menjadi lebih baik karena Allah yang memberikan “upah” jika kita ikhlas menerima.

Saya mencoba memberikan resep agar kita bisa Ikhlas Menerima. Pertama kita harus sepakati terlebih dahulu bahwa apa yang kita miliki pada hakekatnya adalah titipan dari sang “Sutradara” yaitu  Allah SWT, karena kita datang ke dunia tidak membawa apa-apa. Jika kita sudah sepakat, maka berpikirlah diri kita sebagai tukang parkir motor atau mobil. Tukang parkir tidak akan sedih ketika motor  atau mobil yang dijaganya diambil kembali oleh yang pemiliknya.  Bagaimana jika tukang parkir tersebut, sedih, menangis atau marah-marah ketika pemiliknya akan mengambil motor atau mobilnya?

Sangat mungkin pemilik motor atau pemilik mobil tersebut akan marah dan yang pasti tidak akan parkir atau menitipkan mobil dan motornya kembali di tempat tersebut. Tetapi jika tersenyum dengan ramah ketika motor atau mobil tersebut diambil pemiliknya, sangat mungkin pemilik motor atau pemilik mobil tersebut akan mengajak teman-temannya untuk parkir atau menitipkan motor di tempat kita. Harta, anak dan apa saja yang ada pada diri kita hanyalah parkir pada kita. Dimana pun, dalam keadaan apa pun dan kapan pun pemilik yang sesungguhnya yaitu Allah SWT bisa mengambilnya. Jadi mulailah berpikir dari sekarang kita hanyalah “tukang Parkir” sehingga kita akan Ikhlas Menerima ketika titipan tersebut diambil atau ketika ada musibah.

Ikhlas Menerima jika doa tidak dikabulkan

Jika di siang hari langit sudah mendung. Ada seorang tukang es dan seorang tukang ojeg payung (orang yang menawarkan bantuan payung untuk orang yang kehujanan). Di situasi tersebut tukang es akan berdo’a: “ Ya Allah jangan KAU turunkan hujan agar jualan es saya tetap laku”, tetapi tukang ojeg payung, akan berdoa:”ya Allah segeralah KAU turunkan hujan agar banyak orang bisa memakai jasa ojek payung saya”. Doa siapakah yang akan dikabulkan ? jawabannya adalah terserah Allah. Jika hari hujan maka yang gembira adalah tukang ojeg payung. Tukang es harus Ikhlas Menerima kondisi tersebut dan jangan berprasangka buruk kepada Allah. Jika ikhlas menerima maka Allah akan memberikan “upah” dalam bentuk rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Di dalam kehidupan ini harus ada  yang Ikhlas Menerima jika doa-doanya tidak dikabulkan oleh Allah. Mari kita bayangkan jika semua doa dikabulkan, misalnya semua orang yang berdoa meminta kaya dikabulkan, apakah yang akan terjadi jika semua menjadi orang kaya? siapa yang akan jadi tukang sampah? siapa yang akan menjadi tukang membetulkan genting jika bocor? siapa yang akan jadi buruh? yang cukup penting siapa yang akan menerima zakat?.   Jika semua orang menjadi kaya, maka sistem kehidupan tidak berjalan dan kehidupan dunia sudah waktunya berakhir atau kiamat. Seperti hadist nabi.

Belum akan tiba kiamat sehingga harta banyak dan melimpah, dan orang ke luar membawa zakat hartanya tetapi tidak ada yang mau menerimanya, dan negeri-negeri Arab kembali menjadi rerumputan hijau dengan sungai-sungai mengalir. (HR. Muslim)

Penutup

Musibah itu harus ada dalam kehidupan kita agar sistem kehidupan tetap berjalan. Orang yang terkena musibah harus Ikhlas Menerimawalaupun itu sangat sulit tetapi harus kita lakukan agar kita mendapat “upah” berupa rezeki yang tidak disangka dari Allah SWT atas sikapnya tersebut. Termasuk menjadi orang miskin, Jika sudah berusaha dan berdoa masih juga tetap miskin. Maka orang miskin tersebut harus  Ikhlas Menerima.Sehingga  nanti akan mendapat “upah”  dari Allah SWT. Jika “Upah” tersebut tidak diberikan langsung di dunia akan diberikan nanti di Akhirat.

 

Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra

Penulis adalah Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM) dan pelatih Olimpiade Matematika Internasional.

http://www.kpmseikhlasnya.com/home

http://www.ridwanhs.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun