Mohon tunggu...
Ridwan Hasyimi
Ridwan Hasyimi Mohon Tunggu... Seniman - Pekerja Seni

Berteater, nari, dan nulis.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Soal Gedung Kesenian (Lagi)

20 Januari 2023   11:09 Diperbarui: 20 Januari 2023   14:26 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal mulanya saya termasuk yang mengkritik pendirian dan keberadaan GKC dengan cukup menggebu-gebu dan enggan memanfaatkannya. Tapi, apa yang saya lakukan itu tidak berdampak apa-apa kecuali saya dibenci sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Ciamis.

Pikiran saya berubah: kenapa tidak dimanfaatkan dulu? Bukan karena banyak hatters saya mengubah haluan. Saya kan teriak-teriak karena ingin ada dampak dan perubahan atas gedung itu. Teriak-teriak itu metode, jalan, bukan tujuan. Tujuannya, ya, perubahan. Tapi, sampai saat ini belum nampak juga. Kenapa? Banyak faktor, tentu saja. Dalam banyak perkara, Pemkab Ciamis hanya akan mendengar teriakan demonstran dengan massa yang sangat banyak atau bisik-bisik dari tokoh yang diperhitungkan. Saya tidak termasuk keduanya.

Saya tidak bisa berharap para pejabat itu membaca esai panjang lebar saya mengenai GKC di tengah rendahnya tingkat literasi penduduk Indonesia. Saya juga tidak bisa  membayangkan mereka siap berdebat secara rasional, objektif, jujur, konstruktif sekaligus berhati nurani karena rata-rata pejabat di Indonesia belum punya cukup kesiapan mental untuk itu. Kalaupun mereka membaca esai saya atau siap berdebat, apa ada jaminan mereka pasti memperbaiki gedung itu? No. Penyelenggara negara di Indonesia lebih terlatih untuk berjanji daripada menepatinya. 

Jadi, setelah lima tahun ini tidak ada perubahan, saya berpikir untuk mengubah metode. Selain itu, kisah bagaimana seniman Tasikmalaya bersikap terhadap pendirian GK Tasikmalaya pada tahun 1998 menjadi inspirasi tersendiri buat saya. Menurut Kang Nko yang merupakan pelaku sejarah pendirian GK Tasikmalaya, gedung itu mengalami beberapa kali perbaikan karena kesalahan konstruksi dan pelengkapan fasilitas secara bertahap.

Selama masa itu, GK Tasikmalaya jauh dari kata representatif. Sejumlah seniman, termasuk Kang Nko yang bercerita langsung pada saya, lebih memilih untuk memanfaatkan pemberian Pemkab Tasikmalaya yang terlanjur keliru itu daripada membiarkannya jadi sarang kelelawar. Lambat laun, pemerintah mau mendengar usul seniman-seniman untuk memperbaiki (kekeliruan mereka) dan melengkapi fasilitas.

Ciamis memang agak telat. Sudah lebih dari lima tahun GKC berdiri tapi belum ada gerakan bersama untuk menyikapi gedung itu secara terstruktur, sistematis, masif, dan kontinyu. Apalagi sampai bisa mengubah sikap dan kebijakan penguasa. Tapi, ya, lebih baik telat daripada tidak sama sekali.

Sejauh ini, sikap kritis seniman Ciamis terhadap GKC masih bersifat individu atau  dalam skala komunitas kecil. Belum pernah ada diskusi terbuka, serius, dan mendalam antara seniman-seniman Ciamis, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Ciamis serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terkait hal ini. Belum pernah juga ada demonstrasi skala akbar yang mempersoalkan GKC. Apalagi sampai berjilid-jilid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun