Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Driver Gojek itu Ternyata Kandidat Doktor

7 Desember 2015   20:05 Diperbarui: 8 Desember 2015   04:18 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dosmand (Berjaket Hijau) Seorang Driver Gojek Yang Sedang Menempuh Pendidikan S-3 (Sumber: Kompasiana)"][/caption]

17 November 2015, tepat tiga tahun saya bergabung di Kompasiana. Dibanding Kompasianer lain yang sudah lama bergabung, produktivitas menulis jauh tertinggal. Selama 3 tahun, saya baru mengkoleksi 112 tulisan dengan 7 Headline dan 40 Highlight.

Kemudian, pertemanan saya di Kompasiana belum begitu intens. Wajar jika “follower-nya” masih sedikit..he..he. Selama ini baru sekedar “sharing” tulisan, belum sampai “conecting”, berinteraksi langsung dengan sesama Kompasianer baik online maupun kopi darat.

Namun, ada beberapa Kompasianer yang sudah saya kenal sejak lama, walaupun tidak begitu aktif menulis di Kompasiana, yaitu beberapa rekan kerja di Program Peningkatan Kualitas Permukiman (P2KP), seperti Nina Razad editor di website www.p2kp.org, mantan Wartawan Harian Jakarta dan Wildan Hakim tenaga ahli komunikasi di Konsultan Manajemen Pusat (KMP) P2KP, yang juga mantan Wartawan di Detik.com.

Selain itu ada juga Teguh Suprayogi, Kompasianer dengan kasta terverifikasi biru. Dengan Kompasianer yang berprofesi sebagai Therapist di Arab Saudi itu sering berkomunikasi via Facebook. Terakhir dengan Muhammad Armand yang biasa disapa Dosmand, juga sering berkomunikasi via Facebook dan Blackberry Messenger (BBM).

Nama terakhir, adalah salahsatu kandidat Kompasianer of the Year tahun 2015. Pada awalnya, saya hanya seorang “silent reader” semua tulisan Dosmand. Seperti halnya “silent reader” untuk tulisan-tulisan Tjiptadinata EffendiNinoy N Karundeng, Iskandar Zulkarnaen dan Pepih Nugraha.

Di tahun ini, saya coba berinteraksi langsung dan mulai membuka diri dengan beberapa Kompasianer, termasuk dengan Dosmand. Awalnya saya kirim pesan melalui fitur obrolan di Kompasiana, dan memberanikan memperkenalkan diri. Ternyata di respon dengan baik oleh Dosmand, sampai kami saling bertukar nomor Handphone dan PIN BBM. Mulai dari sana kami sering berkomunikasi via BBM.

Awalnya, saya mengenal Dosmand sebagai seorang Dosen di Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar di Departement Of Education and Behavioral Science, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Iya, nama Dosmand merupakan akronim dari “Dosen Armand”.

Saya semakin tertarik dan penasaran dengan sosok Dosmand ini setelah ia  posting tulisan “Derita Seorang Driver Gojek ”. Ternyata sosok Dosmand bukan hanya seorang Dosen, tapi juga seorang Driver Gojek di Makassar!!

Orang biasa menjadi Tukang Ojek itu biasa, orang biasa jadi Driver Gojek juga biasa, tapi seorang Dosen dan Mantan Ketua Jurusan di Universitas ternama jadi Driver Gojek bukan hal yang biasa. Inilah yang membuat saya tertarik untuk menulis “sosok” seorang Dosmand.

Tidak panjang cerita, setelah baca tulisan Dosmand, saya "Ping"  melalui BBM. Dan kemudian ia merespon. Saya ingin menggali informasi, kenapa seorang Dosman tertarik bergabung dengan Komunitas Gojek?

Muhammad Armand, seorang penulis produktif di Kompasiana itu, menceritakannya dengan lengkap, tanpa simbol “smile” atau terkekeh dan tanpa berpretensi mengacuhkan pertanyaan-pertanyaan saya. Ia  sampaikan semuanya dengan serius.

Dari obrolan via BBM hampir dua jam itu, terungkap kenapa seorang Dosmand tertarik berkiprah di Gojek.

Awalnya, Dosmand mengenal dunia Gojek dari keluarga dekatnya. Ada dua alasan kenapa Dosman bergabung ke Komunitas Gojek.

Pertama, alasan ekonomi. Saat ini Dosmand sedang menempuh pendidikan S-3 di Prodi Antropologi Unhas. Karena tidak mendapat beasiswa dari Unhas, Dosmand harus membiayai sendiri untuk meraih gelar Doktor di bidang Antroplogi.

Ini bukan yang pertama seorang Dosmand harus “banting setir” menjajal profesi lain untuk membiayai kuliahnya. Sewaktu menepuh pendidikan S-2 di Universitas Indonesia (UI), seorang Dosmand harus rela berjualan souvenir di Jakarta. Tidak hanya itu ia  juga berjualan pakaian dan memberikan kursus Bahasa Inggris kepada Mahasiswa S-1 UI.

“Untuk menambah biaya kuliah di UI, selain menjual souvenir di Jakarta berupa hiasan kupu-kupu dari Bantimurung Sulawesi Selatan. Saya juga memberikan English Course kepada Mahasiswa UI dan berjualan pakaian. Beli pakaiannya di Tanah Abang, kalau liburan,  saya jual di Makassar”. Ungkap Dosmand.

Dosmand bercerita, sikap pantang menyerahnya dalam menuntut ilmu itu berkat didikan sang ayah. Ayahnya pernah memberikan nasehat, bahwa orang yang menuntut Ilmu tidak akan pernah miskin, selalu ada jalan.

Ayah Dosmand hanya seorang Petani, berasal dari Sulawesi Barat dari Suku Mandar. Dosmand juga mengaku, intelejensia dan bakat menulisnya diturunkan dari ayahnya. Walaupun tidak berpendidikan tinggi, ayahnya sangat cerdas dan pandai menulis. Sedangkan dari Ibunya, yang juga dari Mandar, mengalirkan jiwa seni kepada Dosmand. Tak heran jika sudah banyak puisi yang ditulis Dosmand dan di posting di Kompasiana.

Kemandirian Dosmand dalam menuntut Ilmu, terlihat sejak menginjak kaki pertama kali di Makassar sebagai Mahasiswa di era 80-an. Untuk membiayai kuliah di Makassar, Dosmand merangkap menjadi “Guide” turis-turis luar negeri yang mengunjungi Sulawesi Selatan. Berkat keahliannya "cas cis cus" dalam Bahasa Inggris, sering dipercaya menjadi "Guide" para Bule.

[caption caption="Dosmand Saat Muda Bersama "Gadis Bule" Dari Jerman (Sumber: Dosmand)"]

[/caption]

Untuk meyakinkan saya bahwa dia pernah menjadi "Guide", Dosmand kirimkan foto-foto masa mudanya bersama “Gadis-Gadis Jerman” via BBM. Saya sempat terkekeh-kekeh melihat foto-foto Dosmand tersebut. Namun, aktivitasnya menjadi "guide"  ini tidak mengganggu kegiatan kuliah, bahkan Dosmand menjadi lulusan terbaik diangkatannya.

[caption caption="Dosmand Saat Muda Bersama "Gadis Bule" Dari Jerman (Sumber: Dosmand)"]

[/caption]

Kembali ke cerita Gojek, menurut Dosmand banyak pengalaman menarik ketika melayani costumer, mulai ibu-ibu yang cerewet, penumpang yang sinis,  sulit dihubungi sampai hampir “dibegal” oleh penumpang sendiri.

“Saya hampir di begal, alhamdulillah penumpang itu tidak jadi membegal setelah saya nasehati, bahkan penumpang itu menangis ketika saya usap ubun-ubunnya” Tutur Dosmand.

Menurut Dosmand ada satu sisi yang menarik dari fenomena Gojek ini, yaitu aspek budaya transportasi.

“Faktanya orang Indonesia itu resek dalam hal transportasi, kurang disiplin dalam berlalu lintas”. Tandasnya.

Namun, dalam dunia Gojek terselip banyak keharuan, yakni kejujuran dan latihan mentalitas, tambahnya.

“Saya banyak berguru pada fakta lapangan, jadi seluruh costumer adalah guru saya. Orientasi saya bukanlah semata materialnya, tapi ada aspek sosiologisnya. Saya ingin geser persepsi, bahwa Gojek itu sama dengan profesi lain”. Kata Dosmand yang juga pernah kuliah di Jurusan Psikologi, namun tidak sampai tuntas.

Ketika ditanya, apa yang akan dilakukannya setelah gelar Doktor disandangnya? Dosmand menjawab dengan rendah hati, bahwa dia hanya ingin tetap menjadi orang biasa saja.

“Kalau kelar Doktor, saya hanya ingin biasa saja, tetap menjadi Gojeker dan Kompasianer. Kenapa? Karena dua-duanya memuaskan saya. Sudah banyak yang protes, termasuk keluarga besar. Prinsip hidup saya memang seperti ini. Full kemerdekaan” Ungkapnya.

Menurutnya, bisa saja dia bermain proyek sebagai akademisi untuk menambah pundi-pundinya. Namun, Dosmand kapok kerja proyek, rawan dan banyak biasnya. Dosman hanya ingin merakyat dengan menjadi Driver Gojek. Selain menjadikan Driver Gojek sebagai profesi sampingan, ada misi di tengah Komunitas Gojek.

“Ini bagus diangkat dalam disertasi Doktoral. Saya akan konsultasikan ke promotor disertasi nantinya. Saya melihat ada plus-minus dalam dunia Gojek. Nyatanya orang Indonesia itu pengasih. Ucapannya saja kadang sinistik, tapi hati orang Indonesia baik” Pungkasnya.

Iya, inilah  alasan kedua Dosmand bergabung di Komunitas Gojek. Meneliti tentang dunia Gojeker. Itulah cerdasnya Dosmand, selain menjadikan Gojek sebagai pekerjaan sampingan, penelitian tentang “Dunia Gojek’ akan menghantarkannya meraih Gelar Doktor.

Tentu, menyelami dunia Gojek ini tidak ada pretensi untuk memanfaatkan untuk kepentingan akademik semata, namun menggali nilai-nilai sosial yang ada didalamnya, selain ada juga alasan ekonomi. Sukses untuk Muhammad Armad alias Dosmand. Ewako..!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun