Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ki Bagus Hadikusumo Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional

4 November 2015   23:12 Diperbarui: 5 November 2015   18:09 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ki Bagus Hadikusumo (Sumber: sangpencerah.com)"][/caption]Ki Bagus Hadikusumo, salahsatu anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), akhirnya mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Informasi ini saya dapatkan dari Ma'mun Murod Al-Barbasy, tokoh muda Muhammadiyah, melalui akun Facebook yang diposting Rabu (04/11/2015) Malam.

"Alhamdulillah. Setelah kami perjuangkan bertahun-tahun, lewat seminar ke beberapa kampus, audensi dengan Menkopolhukam, ke Mensos, dsb, besok siang (Kamis, 05 November 2015-red), Presiden di Istana Negara umumkan nama nama Pahlawan, diantaranya yang kami perjuangkan, mantan Ketua Pengurus Besar (sekarang Pengurus Pusat) Muhammadiyah, Anggota BPUPKI dan pengusul perubahan dari Teks Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa", Ujar Ma'mun Murod yang juga dikenal sebagai juru bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). 

Ki Bagus Hadikusumo merupakan anggota BPUPKI  dari unsur Muhammadiyah  yang gigih memperjuangkan Sila Pertama : "Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" agar tetap tertuang dalam "Mukadimah" Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang juga dikenal dengan PIAGAM JAKARTA. 

Dalam catatan sejarah Indonesia, sidang BPUPKI yang dilaksanakan berbulan-bulan diwarnai dengan perbedaan  pendapat yang sengit.

Isu paling krusial dalam perdebatan tersebut ialah pembicaraan tentang ideologi negara Indonesia yang bakal lahir. Isu politis-ideologis ini yang kemudian berdampak panjang dalam perjalanan sejarah modern Indonesia.      

Perbedaan  pandangan politik di BPUPKI ini dicatat dengan baik dalam buku "Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Dalam Masa Demokrasi Terpimpin", karya Buya Syafii Maarif yang diterbitkan Gema Insani Press (1996).

Menurut Buya Syafii Maarif, seandainya Dr. Rajiman tidak mengajukan pertanyaan tentang Philosofiishe Grondslag (landasan filofis) bagi negara yang hendak didirikan, mungkin situasinya menjadi lain. 

Apalagi menurut kesaksian Bung Hatta, sebagian besar anggota BPUPKI tidak mau menjawab pertanyaan itu karena khawatir akan mengundang perpecahan dan memakan waktu lama.

Barangkali disamping khawatir, sebagian besar memang tidak siap berfilsafat dalam situasi yang sangat mendesak tersebut.

Kemudian,  Buya Syafii Maarif menjelaskan berdasarkan kesaksian Bung Hatta, yang paling siap menjawab pertanyaan DR. Rajiman adalah Bung Karno dan Muhammad Yamin dari golongan nasionalis dan Ki Bagus Hadikusumo yang mewakili golongan Islam.

Bung Karno dan M. Yamin mengajukan Lima Prinsip Dasar yang kemudian di kenal dengan Pancasila. Sedangkan Ki Bagus Hadikusumo mengajukan Islam sebagai dasar negara. Usulan Ki Bagus merupakan antitesis terhadap usulan Soekarno-Yamin.

Dengan munculnya dua usul yang berbeda, maka bermulalah "pergumulan" pertama antara Pancasila dan Islam di sidang BPUPKI. Setelah bergumul selama 21 hari, akhirnya pada 22 Juni 1945 suatu sintesis dan kompromi politik dapat diwujudkan antara dua pemikiran yang berbeda. Sintesis inilah yang kemudian dikenal dengan PIAGAM JAKARTA.

Dalam PIAGAM JAKARTA, Pancasila diterima sebagai Dasar Negara, tapi urutan silanya mengalami perubahan letak. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ditempatkan sebagai Sila Pertama atau Sila Mahkota, namun diberi kalimat pengiring "Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Piagam Jakarta adalah hasil rumusan Panitia Sembilan yang beranggotakan: Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Agus Salim, Achmad Subardjo, Abikusno, dan A.A. Maramis (Tokoh Kristen Moderat).

Dari sembilan orang tersebut, empat diantaranya mewakili golongan Islam, yakni Wahid Hasyim mewakili NU, Abdul Kahar Muzakkir mewakili Muhammadiyyah, Agus Salim mewakili PI-Penyedar dan Abikusno dari Syarekat Islam.

Namun, kompromi politik tersebut hanya bertahan 57 hari. Karena pada tanggal 18 Agustus 1945, anak kalimat pengiring Sila Pertama yaknia "Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus dari Pembukaan UUD 1945.

Menurut kesaksian Bung Hatta yang diceritakan kepada Buya Syafii Ma'arif, hal ini terjadi karena ada perubahan komposisi wakil Islam dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Anggota PPKI yang semula 21 orang, namun atas usul Bung Karno ditambah menjadi 27 orang. Dari jumlah itu, wakil Islam hanya diwakili oleh tiga orang, yakni Ki Bagus Hadi Kusumo dari Muhammadiyah, Wahid Hasyim dari NU dan Kasman Singodimedjo dari Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).

Walaupu golongan Islam diwakili tiga orang, mereka sangat gigih memperjuangkan agar rangkaian kalimat  "Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di Sila Pertama dalam pembukaan UUD 1945 tidak dihapus. Bahkan Bung Hatta menceritakan kepada Buya Syafii Maarif, Bung Karno kewalahan menghadapi argumentasi dari Ki Bagus Hadikusumo, konon beliau sempat menggembrak meja di hadapan Bung Karno.

Namun, kemudian Bung Hatta yang mewakili masyarakat Minang dan Teuku Muhammad Hassan dari Perwakilan masyarakat Aceh menengahi perdebatan tersebut. Atas bujukan Bung Hatta dan Teuku Muhammad Hasan, akhirnya Ki Bagus Hadikusumo legowo kalimat pengiring sila pertama dihilangkan dengan pertimbangan Persatuan dan Kesatuan Bangsa.

Hanya dalam tempo 15 menit, kalimat pengiring Sila Pertama "Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dicoret dari Pembukaan UUD 1945.

Ki Bagus Hadikusumo telah menunjukan sikap kenegarawanan yang patut jadi teladan rakyat Indonesia. Wajar jika tahun ini mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Selain Ki Bagus Hadikusumo yang ditetapkan sebagai  Pahlawan Nasional,  ada empat tokoh nasional lainnya yang akan ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional oleh pemerintah tahun ini, yakni :

1. Alm. Bernard Wilhem Lapian (Sulut)

2. Alm. Mas Isman (Jatim)

3. Alm. Komjen Pol. Dr. H. Mohammad Jasin (Jatim)

4. Alm. I Gusti Ngurah Made Agung (Bali).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun