Pertama, Intervensi dan dominasi Imperialisme Amerika Serikat dan sekutunya. Kedua, kegagalan dan kotradiksi internal dari Nasionalisme sekuler dan kiri Stalinis yang menciptakan kekosongan politik, dan Ketiga, perkembangan krisis ekonomi di beberapa negara yang menunjukan metode kapitalis tidak mampu memberikan solusi bagi kesejahteraan ummat Islam, yang kemudian kaum Islamis melalui jaringan sosial mereka yang luas mampu menawarkan solusi “Islami”, dan jaringan Islam politik berkembang pesat karena didukung oleh kelas menengah Islam terdidik perkotaan dan seksi-seksi lain yang non-kelas.
Dari analisi Kumar tersebut, materialisme historis secara telak menghantam analisa barat dan kaum Islam Liberal seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia, yang melihat perkembangan politik Islam yang pesat akibat dari penafsiran yang sempit dan Zumud atas Kitab Suci Al-Qu’an dan hadist nabi. Menurut Kumar, dengan materialisme historis, dapat menjelaskan kebangkitan Islam Politik dengan melihat kondisi-kondisi material yang melatari kebangkitan tersebut.
Berbeda dengan kalangan orientalis Barat dan JIL, yang menyatakan kebangkitan Islam politik karena sebuah cita-cita utopis kembalinya Islam seperti pada masa Rosulullah karena gagasan para ulama atau tokoh Islam Politik dengan mengabaikan aspek ekonomi politiknya. Wajar jika mereka (JIL) menawarkan tafsir yang berbeda (Tafsir liberal) sebagai upaya untuk meredam bangkit dan meluasnya pengaruh Islam politik. Sehingga kita melihat ada perang tafsir antara JIL dan Islam Politik.
Sementara itu Kumar menyarankan kepada para ideolog kiri atau Marxian, untuk menghadapi kebangkitan Islam politik adalah ikut serta melawan imperialisme Amerika Serikat yang menjadi penyebab utama munculnya Islam politik. Marxian harus mengakomodasi perlawanan imperialisme dan neo-liberalisme di negara-negara mayoritas berpenduduk Islam (Contoh kasus di Mesir, Irak, Afghanistan, Syiria dan Palestina, bahkan Indonesia). Dengan begitu, kalangan Marxis-Stalinis ataupun Maoist dapat dianggap berperan penting bagi kebangkitan Islam. Hanya dengan begitulah, menurut Kumar gerakan kiri bisa menjadi kekuatan pembebas sejati. Namun secara prinsipil, para Marxian tetap harus menentang keberadaan Islam Politik karena wataknya yang anti kiri, anti demokrasi dan anti sekularisme.
Kesimpulan penulis: Kebangkitan Islam Politik pada akhirnya secara diametral akan selalu mendapat tantangan baik dari pihak barat jika tidak memahami secara dialektika historisnya, atau secara tersembunyi dari pihak lainnnya dalam hal ini para pengusung ide-ide Marxian, Lenimisme atau Maoisme, walaupun seolah-olah mereka membantu Islam politik. Bahkan Soekarnoisme-pun pernah memberangus gerakan Islam politik pada era orde lama. Ada kecenderungan saat ini, bandul politik Islam di Indonesia bergerak ke tengah, apakah untuk meminimalisir benturan politik, atau hanya untuk kepentingan pragmatis politik semata. Hal tersebut butuh kajian yang berbeda dan lebih lanjut.
Muhammad Ridwan, Citizen Reporter di www.mediawarga.info, Berdomisili di Bandar Lampung.
Referensi: Deepa Kumar, Islam Politik : Sebuah Analisis Marxis, Resist Book, Yogyakarta, 2012
Baca juga:
Hari Santri Nasional Akan Mendistorsi Makna Santri
Kelompok Syiah Rencanakan "Revolusi" Tahun 2018?
Jokowi SalahSatu Pemimpin Muslim Terkuat, tapi "Lembek" Soal Konflik di Suriah